Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Kehidupan dan Perjalanan di Dunia

Kehidupan dan Perjalanan yang Harus Dipahami!
Ilustrasi | Pexels.com/Josh Willink

Aku masih di sini, kataku pelan yang mungkin saja tak terdengar oleh siapa pun. Kadang, semua hal yang pernah terencana itu hilang seketika dan tak ada bekas sedikit pun. Aku merenung. Bahkan, aku meneteskan air mata dan sudah seperti anak kecil yang sedang kelaparan.

Di tempat yang begitu sunyi, di bawah gedung yang atapnya sudah jebol, aku menyadari bahwa dunia ini sangat keras untuk dilalui. Aku menangis lagi dalam lamunan hingga mungkin saja seorang wanita yang duduk di sebelah gedung itu melihatku. Hmmm.

Apakah ini yang dinamakan takdir? Ketika semua hal ini sudah seperti kapas yang tertebak angin dan tak menentu arah tujuannya. Aku menggeleng-gelengkan kepala tanda semua ini terasa sulit untuk dijalani.

Apakah harus marah kepada dunia? Rasanya semua itu tak bisa untuk dilakukan demi kepentingan hati yang memang-memang terluka. Rasanya, semua kemarahan itu tak akan bisa menjadikanku kuat hingga bisa memegang dunia yang keras ini.

Dalam rintik-rintik hujan yang mulai membasahi jalanan, aku menyadari bahwa perjalanan hidup itu ada yang mudah dan berkelok-kelok. Bahkan, hal semacam itu sudah seperti dongeng malam hari yang sering diucapkan oleh ayah ataupun ibu. Aku menyadari semua itu, tapi masih saja sulit untuk bisa menerimanya.

Apakah salah kalau mengharapkan sesuatu? Entahlah, pertanyaan semacam ini belum bisa aku jawab dengan hati yang terbuka. Sebab, ketika harapan itu di depan mata, selalu ada saja penghambatnya. Aku terdiam seperti angka enam dan sulit untuk berpikir lagi tentang harapan itu.

Apakah hal yang dinamakan keajaiban akan datang memeluk diri ini? Pertanyaan ini seperti retorika yang berulang-ulang untuk menguatkan hati. Aku menggeleng-gelengkan kepala seperti orang linglung, lalu menyandarkan tubuh ini pada tembok yang catnya sudah kusam.

Dalam pemikiran yang sungguh rasional menurut diri ini, bahwa kehidupan itu harus banyak belajar dari lebah yang bisa terdiam dan menyerang saat diganggu. Namun, apa boleh buat hidup ini rasanya tidak rasional yang semuanya bisa dibeli oleh si empunya kuasa. Aku bingung. Aku pun sangat lelah dengan semua yang terjadi dalam hidup ini.

Masih di bawah gedung yang atapnya sudah jebol, aku sendiri saja dengan hati yang sudah gundah gulana. Kemudian, kedua mata ini menyapu setiap sudut jalanan yang dilewati oleh kendaraan-kendaraan mewah para pejabat. Aku mengerutkan kening karena tak mengerti, hal apa yang ada di benak pejabat itu sehingga melaju kencang di jalanan basah hingga airnya menyiprat ke depan wajahku. Hmm. Sungguh biadab! Sungguh terlalu!

Setelah hujan benar-benar tak membasahi jalanan, aku berdiri dan mulai berhitung untuk berjalan lagi menyusuri kota yang langitnya sudah hitam. Aku tercengan dengan apa yang dilihat: banyak orang yang menggerus dirinya sendiri di ladang hitam, banyak orang yang mungkin tak mengerti keadaan hingga merasa paling sempurna, dan banyak orang juga yang memegang kepala karena mungkin saja ulahnya sendiri.

Dalam hati, aku berkata bahwa semua di dunia ini mempunyai persoalannya masing-masing dan sulit untuk bisa ditebak. Sekali lagi, aku mengerutkan kening karena tak kuasa untuk menahan mata yang terus memandang orang-orang di tempat remang-remang itu. Hmm. Sungguh di luar nalar!

Perjalanan yang aku tapaki ini seperti membukakan mata hati dari kegelapan. Kemudian, aku pun jadi memahami bahwa semua hal yang menempel di diri ini sudah sesuai dengan kadar yang diberikan oleh-Nya. Aku memahami dan memutuskan untuk berjalan lagi menyusuri kota demi mendapatkan emas berharga di dunia ini.(*)


2024

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Mari Berkenalan dengan Gurita Teleskop, Penghuni Laut Dalam!

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca