Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Maleo, Burung Endemik Sulawesi yang Terancam Punah, Apakah Anda Tahu?

Maleo, Burung Endemik Sulawesi yang Terancam Punah, Apakah Anda Tahu?
Foto: Maleo | Instagram @novalsuling

Sulawesi mempunyai salah satu satwa ikonik, yakni maleo (Macrocephalon maleo) dan itu pun termasuk satwa endemik yang hanya ada di wilayahnya.

Menurut laman Portal Informasi Indonesia, Sulawesi pun cukup beruntung karena memiliki persentase fauna endemik jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kalimantan, Sumatra, dan Papua.

Oleh karena itu, hampir 50 persen dari spesies vertebrata Sulawesi tidak bisa ditemukan di tempat lain di dunia, misalnya, mamalia non-volant yang jumlah spesies endemiknya bisa mencapai lebih dari 90 persen.

Harus bisa diketahui juga bahwa non-volant itu merupakan semua mamalia yang hidup di darat, tapi tidak bisa terbang maka kelelawar itu tidak termasuk di antaranya.

Hal itu pun terjadi karena faktor geografis Sulawesi yang tidak pernah terhubung ke daratan benua Asia ataupun Australia sehingga spesies-spesies unik hasil kombinasi itu terjadi atau tercipta.

Selain itu, flora dan fauna di Sulawesi juga mencerminkan ada pencampuran hingga mungkin saja di satu hutan yang sama bisa ditemukan, misalnya, kera tonkean, yakni primata asal Asia maupun beruang kuskus, keturunan marsupial dari Australia.


Maleo, burung yang luar biasa!


Menilik lebih dalam lagi bahwa maleo adalah burung yang hanya ada di Pulau Sulawesi dan populasinya makin terancam karena maraknya pembukaan lahan di habitatnya.

Namun, tidak hanya itu saja! Sebab, pencurian telur maleo juga bisa mengancam kelestarian burung itu. Kemudian, harus diketahui juga bahwa seekor maleo itu memang hanya bertelur sebutir dalam satu tahun.



Dalam hal tersebut, maleo pun memang tidak mengerami telurnya. Oleh karena itu, setelah bertelur maka maleo pun akan mengubur telurnya dengan menggali lubang, sampai anak burung itu menetas sendiri.

Namun, agar dapat bertahan dan menetas maka telur itu harus dikubur di tempat yang hangat dengan suhu 32-34 derajat celcius, seperti di pasir pantai atau kawasan yang dekat sumber air panas.

Maleo pun mempunyai ukuran sedang dengan panjang sekitar 55 sentimeter dan memiliki bulu warna hitam. Kemudian, kulit di sekitar mata itu berwarna kuning dengan iris mata merah kecokelatan dan kaki abu-abu.

Selain itu, maleo pun mempunyai paruh jingga dan bulu sisi bawah merah muda keputihan. Kemudian, di atas kepalanya terdapat semacam tanduk atau jambul keras berwarna hitam dan ukuran betina pun lebih kecil dari jantan dengan warna lebih gelap.


Maleo terancam punah dan dilindungi oleh hukum!


Mengutip laman Aliansi Konservasi Tompotika bahwa naturalis dan penjelajah inggris, Alfred Russel Wallace, menuliskan pada tahun 1860-an yang menggambarkan pantai Sulawesi "hitam" dengan ratusan maleo.

Namun pada saat ini, perusakan habitat dan panen berlebihan telur mereka oleh manusia telah menyebabkan penurunan tajam maleo.

Faktanya, maleo mengalami pengurangan lebih dari 90 persen atau telah hilang sama sekali dari banyak bagian di Sulawesi.

Dalam hal semacam ini maka harus bisa dipahami lebih dalam lagi bahwa maleo yang ikonik pun memainkan peran penting dalam budaya dan tradisi Sulawesi.

Oleh karena itu, citranya pun bisa terlihat di seluruh Sulawesi sebagai simbol, maskot, dan fokus kebanggan budaya. 

Namun, itu pun tidak hanya penting di Sulawesi, sebab maleo ini termasuk daftar spesies prioritas nasional Indonesia tertinggi untuk konservasi.


Penangkaran menyelamatkan maleo dari ambang kepunahan!


Mengutip dari laman Portal Informasi Indonesia, maleo hidup dan berkembang biak di alam liar, termasuk di beberapa hutan di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), termasuk Desa Tuva dan Saluki, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Oleh karena itu, TNLL merupakan salah satu warisan dunia yang ditetapkan UNESCO menjadi Cagar Biosfer Dunia pada 1977. Taman nasional ini pun kerap dikunjungi turis domestik dan mancanegara.

Dalam hal ini, TNLL pun mempunyai peranan penting untuk terus berupaya melestarikan maleo dengan cara membangun sistem penangkaran sebagai solusi meningkatkan populasi burung ini dari kepunahan.

Kemudian, penangkaran maleo pun dibangun untuk menyelamatkan dan melindungi satwa endemik itu dari ambang kepunahan akibat perburuan liar.

Lebih laniut lagi bahwa maleo pun termasuk ke dalam daftar satwa dilindungi seperti tertuang di dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.



Bahkan, Badan konservasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan maleo dalam kategori Endagered atau hampir punah.

Hal semacam itu sama juga dilakukan oleh lembaga perlindungan satwa langka, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau CITES dengan memasukkan maleo dalam kategori Appendix 1 atau tidak boleh diperdagangkan dan ditangkap.


Langkah apa saja yang dilakukan di penangkaran burung maleo?


Langkah-langkah ini dimulai dengan mencari telurnya lalu ukuran telurnya itu sekitaran 11 sentimeter dengan berat rata-rata 240-290 gram per butirnya atau 5-8 kali lebih besar dari telur ayam.

Oleh karena itu, setiap hari para petugas di penangkaran itu mencari telur di alam bebas untuk dibawa ke sistem penangkaran semi alami yang dibuat oleh Balai Besar TNLL sejak 1998.

Kemudian, telur-telur maleo dari alam bebas ini setelah dibawa ke penangkaran maka langsung ditanam di dalam lubang yang berukuran tertentu dengan kondisi dibuat mirip seperti di alam bebas.

Namun, dalam hal semacam itu cara meletakkan telurnya juga harus benar karena jika tidak, maka dipastikan telur maleo tidak menetas sampai waktunya.

Masa penangkaran telur maleo pun berlangsung 65-95 hari. Setelah menetas, anak meleo yang berumur dua bulan sudah bisa dilepas ke alam bebas.

Dengan demikian, satwa ikonik yang satu ini akan hidup dan berkembang biak di dalam hutan, terutama di dekat sumber air panas.(*)

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN