Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Lelaki Pemburu Cinta (Bag-7)

Lelaki Pemburu Cinta (Bag-7)

Dalam lamunan, aku berpikir bahwa Ayu ini bagaikan rembulan yang menyinari malam dengan sempurna. Kemudian, aku pun mematung sebentar di dalam konter ketika Ayu berhasil membacakan puisi. Bahkan, dalam pandangan yang nyata, aku sangat mengharapkan bahwa cinta dan kasih itu bisa tercipta dari Ayu untukku.

Langkah panjang yang terus terukir dalam lamunan tidak akan sama persis dengan kenyataan. Aku memandang. Aku memandang mata Ayu yang seperti bola pingpong itu. Kemudian, aku melangitkan doa dalam hati ini, semoga wanita yang berada di depan ini bisa menjadi pilihan yang tepat untukku.

"Puisi yang bagus, Kang," kata Ayu yang kemudian terlihat memberanikan diri untuk memandangku.

"Seperti itu, kah?" tanyaku dengan sedikit tersenyum, "kalau itu bagus menurut kamu, aku cukup senang dengan semua itu," lanjutku.

Ayu pun tersenyum ketika mendengar perkataanku itu. Kemudian, wanita yang berwajah bersih dan berhidung mancung itu malah membalik-balikkan amplop yang berisi puisi itu.

"Namun, kamu pun harus tahu bahwa aku ke sini itu ingin mengajakmu untuk makan di hari yang spesial nanti," kataku dengan mantap sehingga Ayu pun tampak terkejut.

"Waduh! Seperti itu, kah? Emang acara spesial apa, sih?" tanyanya terlihat penasaran.

"Ada hari yang spesial dan semua itu sudah aku rencanakan. Namun, aku belum bisa memberitahukan kamu secara pasti sekarang ini." Aku pun langsung membenarkan posisi duduk, sedangkan Ayu terlihat memperhatikan secara seksama.

"Kita tunggu saja nanti, ya!" kata Ayu lalu menundukkan kepala.

Aku pun hanya bisa mengiyakan saja perkataan Ayu itu dan sulit untuk mengeluarkan kata-kata lagi. Kemudian, batin ini malah merasakan ada sesuatu yang mengganjal dan semua itu sangat sulit untuk dideskripsikan lagi.


***


Sewaktu pagi, aku masih seperti biasanya, yakni menikmati secangkir kopi di beranda rumah dengan ditemani suara burung yang berkicau di pohon-pohon sana. Kemudian, aku memikirkan kejadian sewaktu semalam yang mana keindahan itu masih terasa. Aku bertemu dengan Ayu sambil membawa setangkai mawar dan amplop yang berisi puisi. Duh, rasanya sangat indah dan menghujam ke dalam dada ini.

Fenomena semacam itu ialah fenomena yang baru terasakan olehku. Bahkan, hati ini malah semakin bergejolak ketika memandangnya; indahnya; parasnya; sopannya, semua itu menjadikan sebuah keindahan yang nyata untuk diriku.

Sewaktu itu, andaikan aku bisa memetik bulan, mungkin saja sudah aku petik dan langsung kuberikan kepada wanita yang berhasil mendobrak hati ini. Namun, semua itu hanyalah sebuah paribahasa yang mungkin saja sering diungkapkan oleh orang-orang ketika berhadapan dengan seorang wanita yang dirindukannya.

Apakah aku rindu? Entahlah! Aku pun masih sangat sulit mengakui bahwa rasa rindu ini seperti yang kemarin malam dilakukan—bertemu dengan Ayu atau lainnya. Kemudian, aku pun terdiam di kursi jati yang berada di beranda rumah. Aku pun menggeleng-gelengkan kepala karena masih saja terus mengeja nama Ayu dalam diam.

Udara pun semakin dingin di pagi hari yang masuk ke celah-celah kemeja lalu aku pun berdiri dan mengayunkan kaki ke depan beranda. Memandang. Ya, memandang sekitar yang tampak masih asri; daun-daun hijau dan tumbuhan pun terlihat sehat. Aku cukup bahagia bahwa tempat ini masih enak untuk ditinggali karena terasa segar dan mungkin saja polusi pun tak ada.

Mengingat keindahan Ayu sudah seperti bermain puzzle yang senantiasa harus diselesaikan dengan benar agar selalu indah. Oleh karena itu, kepingan-kepingan ingatan yang bermula dari mini market, tempat pertama aku bertemu hingga kemarin malam di tempat kerjanya, semua itu harus dirangkaikan menjadi suatu keindahan yang nyata.

Mungkin, bagi sebagian orang hal pertama yang dilihat dari wanita itu parasnya. Namun, hal semacam itu sangat berbanding terbalik oleh diriku, aku melihat dari tata cara menyapanya atau akhlak yang Ayu tampilkan itu. Kemudian, dalam momen itu pun aku merasakan bahwa Ayu ini sangat berbeda dengan wanita lain yang pernah aku kenal.

Perbedaan semacam itu yang menjadikan hati ini berbunga-bunga, bahkan seperti terkena bom atom yang menghacurkan segala kegalauannya. Aku terlena. Aku terpana. Aku sangat menyukai apa yang dilihat dari pandangan pertama itu. Dalam momen seperti itu, semua hal pun menjadikan sebuah isyarat bahwa mengenal Ayu itu adalah hal yang wajib aku lakukan.


***


Sewaktu di bengkel, aku masih saja bergulat dengan salah satu kendaraan yang harus turun mesin. Kemudian, satu per satu komponen mesin pun aku bersihkan sampai bersih. Setelahnya, dibiarkan sebentar dulu sampai semua itu terlihat bersih dan laik untuk dirangkaikan kembali. Bahkan, aku pun mencoba untuk bisa menikmati pekerjaan yang diberikan oleh atasan ini.

Mobil Nissan Grand Livina atas nama Ayu ini terlihat masih bagus dari segi penampilannya. Namun, hal semacam itu sangat berbanding terbalik dengan kondisi mesinnya yang sudah bisa diartikan sekarat. Aku pun cukup memahami dan mengerti bahwa hal semacam itu mungkin saja dikarenakan dipakai oleh wanita jadi bisa dikatakan asal pakai saja.

Di dalam bengkel, aku mencoba merangkaikan komponen-komponen mesin yang sudah dibersihkan itu dengan bantuan salah satu teman yang mengawasi. Ya, aku pun membutuhkan teman agar semua ini bisa terangkaikan dengan baik, sedangkan teman-teman mekanik yang lain masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Setelah melakukan pekerjaan yang memerlukan waktu lama, akhirnya aku pun bisa menyelesaikan dengan rapi. Kemudian, kubiarkan dulu mesin mobil itu sampai sudah terlihat siap untuk diterapkan kembali ke mobil. Aku mencoba untuk menenangkan otak yang sedari tadi terus berputar dalam merangkaikan komponen-komponen mesin yang berceceran itu. Kemudian, aku pun duduk sebentar di kursi yang berada di balik tembok ruangan khusus turun mesin itu.

Memang, hal semacam ini menjadi pengalaman yang berharga. Namun, semua ini pun membutuhkan risiko yang besar. Oleh karena itu, hal ini menjadikan pekerjaan yang rumit bila dilihat oleh mata dan dipikirkan secara sesaat. Kemudian, aku pun malah mengingat kembali keindahan kemarin malam yang dilalui bersama Ayu. Entahlah! Entahlah, kenapa ingatan semacam itu terus bermunculan hingga di dalam bengkel ini malah terpikirkan oleh pikiran ini?

Apa mungkin setiap momen, setiap menit, dan  setiap detik menjadikan manusia ini selalu berubah dalam hal berpikir dan merasa? Pertanyaan semacam itu malah muncul dari lubuk hati yang paling dalam ini. Kemudian, aku pun menghirup napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan. Setelahnya, aku pun mencoba untuk menetralisir otak yang sungguh sudah terasa tak beraturan lagi dalam hal berpikir, mengingat, dan lainnya.

....

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN