Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Lelaki Pemburu Cinta (Bag-6)

Lelaki Pemburu Cinta (6)


Memang kalau sampai sempurna, membersihkan komponen mesin mobil itu sangat susah sekali. Waktu yang diperlukan juga harus banyak, sehingga pekerjaan ini sangat membutuhkan kesabaran yang ekstra. Sesekali aku menggelengkan kepala dengan melihat kondisi pekerjaan yang dilakukan. Dan sial! Kenapa aku sampai dapat pekerjaan semacam ini. Alangkah buruknya nasibku di hari ini. 

Jarum jam pun menunjukkan angka empat yang mana para karyawan sudah diperbolehkan untuk pulang. Kurapikan kembali semua alat-alat yang tergeletak di lantai. Lelah sekali untuk hari yang sial ini, dimulai dari pagi sampai sore hanya satu mesin saja yang aku mainkan.

"Sudah beres, Kang?" tanya tukang jaga peralatan kunci-kunci mesin di hadapanku.

"Acan (Belum), Mang. Lieurlah (Pusinglah)!" Aku pun menjawabnya dengan rasa kesal. 

"Sabar waé (saja)," katanya sambil sedikit ketawa. 

Aku hanya bisa melihat tukang jaga peralatan itu dengan tatapan kesal. Seseorang yang berhadapan denganku itu pun langsung diam. 

Awas, manéh. Ku aing moal diberé dahareun deui siah. (Awas, kamu. Tak akan dikasih makanan lagi oleh saya.)

Tukang jaga peralatan itu langsung pergi dari hadapanku. Mungkin saja, dia melihat sorot mataku yang menampilkan kemarahan ketika diri ini ditertawakan. 


***


Setelah malam tiba, waktu untuk menemui Ayu pun sudah sangat tepat. Langit yang menghitam dihiasi oleh kelap-kelip bintang, sungguh sangat indah ketika dilihatnya. Tak lupa kuambil setangkai mawar merah yang sudah dibumbui dengan parfum dan ditempelkanlah satu amplop berwarna merah tomat memakai pita warna pink. Jujur saja, tiba-tiba jiwa ini bergetar, seakan tersengat oleh tegangan listrik saja. Ah, sungguh terlalu. 

Penampilan yang sudah cukup rapi dengan memakai kemeja dan celana jeans, serta aroma parfum pun sudah menyeruak harum. Setiap langkah pun sudah diniatkan untuk menemui wanita yang aku dambakan ini. Namun, sebelum pergi untuk menemui sang gadis yang sudah membuatku tergila-gila ini. Beberapa pertanyaan untuk dirinya pun kusiapkan, supaya diri ini tidak grogi saat berhadapan dengannya. Ah, sungguh memalukan sekali aku ini. 

Kupacu kuda besi yang terparkir di halaman rumah dengan tujuan ke konter tempat kerja Ayu. Mungkin, di sana akan terlihat ramai dan sebaliknya. Namun, hati yang sudah ingin sekali bisa ada di dekatnya ini tidak bisa ditahan lagi. Amukan rasa pun sudah bergelora di jiwaku dengan menggedor-gedor sangat kencang isi pikiran. 

Setelah berada tepat di depan konter tempat bekerja Ayu, jantung ini semakin berdetak terus. Apalagi saat melihat sosok wanita yang cantik dan mempesona itu terlihat olehku. Ah, kacau! Hati emang sangat kacau ketika tatapan matanya berhasil menembus hati yang dari tadi sudah dirundung ingin bertemu Ayu. Kuayunkan kaki dengan perlahan-lahan untuk masuk ke dalam konter, tampak terlihat di sana masih ada teman-teman berkerja Ayu yang masih jaga. Namun, apa boleh buat, semua ini harus dipaksakan untuk memberikan setangkai mawar merah ditambah satu amplop berisi puisi yang indah untuknya. 

Tatapan nanar pun dia perlihatkan di hadapanku ketika setangkai mawar ditambah satu amplop itu diberikan kepadanya. Namun, alangkah sangat lucu ketika aku melihat teman Ayu yang jatuh dari kursinya. Apakah mungkin dia juga terpesona oleh diriku? Seorang wanita yang jatuh itu hanya bisa menutupi wajahnya dengan telapak tangan. 

"Mau beli apa, Kang?" Ayu yang langsung menyambutku dengan melemparkan sebuah pertanyaan. 

"Sesuatu," jawabku dengan sedikit senyum.

"Sesuatu?"

"Iya, coba kamu balik badan dulu!" Wanita itu pun langsung menurutinya. "Sekarang, coba kamu balik badan lagi!" Aku pun memberikan setangkai bunga mawar ditambah sebuah amplop itu tepat di hadapannya. Dia tampak tersipu malu, pipinya berubah warna menjadi semerah apel. 

"Waw, apaan ini, Kang?" tanya seorang wanita yang berwajah bersih di hadapanku. 

"Ini hatiku yang ingin dekat denganmu," jawabku dengan percaya dirinya. Dia pun makin terlihat enggak karuan saja ketika jawaban itu aku lontarkan. 

"Ehmmm." Seorang wanita yang tadi jatuh dari kursinya, melihat ke arah diriku sambil mulutnya ditutupi tangan. 

"Ada apa, lo?" tanya Ayu kepada seorang teman wanitanya itu. Temanya pun hanya bisa sedikit melemparkan senyum kepada Ayu. 

"Terus ini untuk apa?" tanya Ayu sekali lagi kepadaku. 

"Coba buka saja dulu amplopnya, ntar ada sebuah rasa yang terkandung di sana." 

"Oke, aku coba buka, ya!" 

Aku hanya mengangguk saja, sambil jantung ini berdetak terus menunggu ekspresi dia saat membacanya. Waw! Aku sangat tersipu malu ketika dia membacanya dengan suara yang nyaring. Mungkin, saja orang seisi ruangan konter akan bisa mendengar apa yang Ayu ucapkan. Memang, ini wanita yang tidak ada duanya, sangat apa adanya. 

Hadeuh! 

Baris demi baris dia baca dengan wajah yang tampak sekali semakin memerah. Mungkin, saja dia terasuki oleh serangkaian kata yang penuh dengan rasa. Namun, aku tidak boleh percaya diri dulu, sebelum ucapan cinta berhasil dilontarkan kepadanya. Semakin baris akhir puisi yang dia baca. Semakin terlihat saja dia gugup untuk mengucapkan kata yang tertulis dengan rayuan cinta. Ah, aku hanya bisa mendengar dan menunggu apa yang dia rasakan saat membaca puisi itu. 

Setelah membaca puisi yang aku tulis dengan perasaan full cinta. Dia hanya bisa tersenyum saja dan langsung memasukan kembali selembar kertasnya ke dalam amplop. 

"Ini tulisan, Akang?" tanyanya, yang membangunkan diriku di saat bengong ketika melihatnya. 

"Iya, itu khusus untuk wanita yang sudah bisa menusuk isi hati ini, hingga bisa menjadikan hidup ini berbunga-bunga selalu."

"Terus, siapa wanita itu?" 

"Itu, kamu. Kamu, yang menjadi impianku, penyemangatku. Jika, matahari menyinari di saat siang, tapi kamu itu beda banget. Kamu, menyinariku setiap waktu." Aku menjawabnya dengan sedikit lemparan senyum kepadanya. 

"Uhukkk!" Seorang wanita, temannya Ayu pun melihat dan melemparkan jempol kepadaku. "Pepet terus, Kang. Jangan kasih kendor!" lanjutnya wanita itu berteriak. 


....

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN