Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Lelaki Pemburu Cinta (Bag-1)

Lelaki Pemburu Cinta

Waktu aku berpapasan dengan seorang wanita berhijab warna putih, kedua bola mata ini tidak bisa berkedip. Wanita dengan senyum yang indah itu membuat hati ini serasa meleleh. Ah, sungguh mahkluk ciptaan Allah yang sempurna sehingga bisa menaklukkan jiwa ini yang dirundung kegalauan. Namun, aku hanya bisa melihatnya saja, tak bisa untuk menyapa. 

Mini market semakin ramai di waktu yang terus berputar pada porosnya. Seorang wanita itu masih setia memilih-milih makanan ringan, sambil melihat tanggal kadaluarsanya. Aku diam-diam untuk meliriknya, sambil tersenyum sendiri. Ada apa dengan diriku ini? Apakah ini cinta pada pandangan pertama? Hal semacam ini sulit dimengerti oleh perasaan, karena tiba-tiba saja aku merasakan ada gejolak asmara di hati ini. 

Tidak ingin ketinggalan jejak, aku mencoba terus mengikutinya sambil pura-pura melihat makanan-makanan yang ada di rak mini market. Wanita berhijab itu menoleh, lalu tersenyum kepadaku. Mungkin, dia curiga denganku yang terus ada di dekatnya. Namun, aku tak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh wanita itu. Sebelum aku berhasil berkenalan dengannya, diri ini tak akan menjauh dari wanita itu.

"Lagi cari apa, Kang?" Dengan sedikit senyum wanita itu bertanya kepadaku. Ah, ternyata dia juga terlihat penasaran terhadapku.

"Lagi cari makanan yang enak-enak." Aku pun balik senyum kepadanya. "Gimana ada rekomendasi untuk makanan yang enak?" Aku pun mencoba melemparkan pertanyaan kepadanya. 

"Kalau itu nggak tau, sih. Kalau aku lebih suka wafer. Makanya, nih, aku lagi pilih-pilih," jawab wanita itu dibarengi sedikit ketawa. 

Uh, ketawanya juga indah, apalagi akhlaknya?

Aku pun tersenyum, lalu kembali bertanya, "Oh, jadi kamu penyuka wafer?"

"Tuh, kamu, tahu!" Wanita itu pun langsung pamit menuju ke arah meja kasir.

Namun, aku mencegatnya dengan perasaan yang sedikit tak karuan. Kemudian, bertanya, "Kita belum kenalan. Apakah boleh kenalan?" Aku pun sedikit gugup memandang wajahnya yang putih berseri. 

Wanita itu mengangguk sambil senyum dan menjawab, "Boleh. Namaku Ayu Ningrum." 

"Namaku Baim Atmajaya dan biasa dipanggil Baim," kataku sambil mengulurkan tangan kepadanya. Namun, dia menolak untuk bersalaman. 

"Maaf, Kang. Kita belum mahrom!" Ayu pun menjawabnya, lalu berjalan menuju kasir.

Ah, sungguh sangat beda sekali wanita ini. Beda dengan wanita-wanita lain yang telah menjadi temanku. Mereka semua tidak memikirkan soal mahrom atau enggaknya. Mereka mau saja jika diajak bersalaman itu. Kuayunkan kaki mengikuti langkah Ayu dari belakang. Dia pun tampak menoleh ke arahku, tetapi kedua bulat matanya hanya menyapu wajahku saja. Kemudian, berjalan lagi. 


***


Hati yang berbunga-bunga, seakan rasa cintaku muncul lagi. Bertemu dengan Ayu, sungguh membuat hati ini penasaran ingin bisa mengenalnya lebih jauh. Kutunggu di luar mini market, niatnya ingin menghadang dan menanyakan alamat rumahnya. Mungkin, itu akan sangat susah untuk mendapatkan alamat lengkapnya. Namun, seorang lelaki sejati tak akan mudah menyerah untuk mendapatkan wanita yang membuat aku terpana oleh kecantikannya.

"Sudah belanjanya?" tanyaku tiba-tiba mengagetkan Ayu yang sedang berjalan menuju tempat parkir. 

Seorang wanita berhijab putih itu pun tersentak kaget, lalu ia menoleh ke samping dan melihat wajahku. Kemudian, berkata, "Eh, Akang. Kirain siapa?" 

"Iya, ini aku. Gimana sudah belanjanya? Sekarang mau langsung pulang, ya?" 

"Iya, Kang. Langsung pulang." 

"Emang, ka mana pulangna?" 

"Ciee, pingin tahu, ya?" Ayu pun tersenyum sambil menunjukku. 

Aku hanya bisa terdiam, setelah Ayu bilang begitu. Wajahku pun mulai memerah, menahan rasa malu yang teramat. Sungguh, apa yang bisa aku katakan kepadanya? 

"Kok, diam saja, Kang?" tanyanya, "ciee, malu, ya?" Wanita berhijab putih itu semakin membuat aku malu saja. 

Menahan rasa malu yang muncul ke permukaan wajah itu berhasil membuat diri ini jadi salah tingkah terhadapnya. Tatapan yang indah itu, tak bisa aku cegah untuk terus meluluhkan hati ini. Ayu, wanita pertama yang membuat mata ini ingin selalu memandangnya. Namun, dia berjalan ke tempat parkir, lalu pulang mengendarai motor matiknya. 


***


Aku duduk di depan mini market dengan tangan memutar-mutarkan sebotol kopi. Kedua mata pun memandang ke setiap orang-orang yang lewat di depanku. Namun, aku belum bisa menemui yang seperti Ayu, wajah manis dan berhijab. Apa mungkin wanita seperti itu sudah langka? Wanita yang berakhlak dan sungguh sopan di saat pertama kali aku mengenalnya.

Apa aku harus mencari tahu di mana rumahnya?

Namun, udara di kotaku sangat panas. Asap-asap kendaraan merajalela, sampai menyebabkan polusi udara di mana-mana. Sungguh, sangat miris kotaku ini. Dari itu juga aku menjadi malas untuk berkeliling kota. Biarlah, sementara ini aku kenal namanya saja, tetapi lain kali kalau ketemu dengannya lagi. Pasti, akan kuikuti Ayu sampai pulang ke rumahnya. 

Tiba-tiba saja, ketika diriku melamun memikirkan bagaimana caranya bisa bertemu dengan Ayu lagi. Ada suara wanita yang memanggil-manggil namaku. Namun, aku hanya bisa menengok ke kiri dan kanan. Mencari tahu siapa yang memanggil diri ini yang sedang asyik-asyik melamun saja.

"Dorr!" Alika mengangetkanku dari belakang. Dia terlihat bersama seorang cowok yang berkumis tipis dan berbadan tegap. 

"Eh, ngagétkeun waé. Itu saha?"¹ tanyaku sambil menunjuk seorang cowok yang berada di sampingnya. 

"Iyeu, teman! Sendirian saja, sedang apa kau di sini?" 

"Hanya duduk saja. Oh, dia teman." 

"Iya, dia teman kerja aku." 

Sekian lama aku tak bertemu dengan Alika, banyak yang berbeda dari hidupnya. Dulu, dia biasa saja, tetapi sekarang terlihat sudah sukses. Mungkin juga, dia berteman pun dengan orang yang berpangkat. Aku menjadi bahagia melihatnya, pikiranku jadi melompat ke waktu SMA, dia pernah saling support denganku dari segi untuk mencari ilmu. Namun, aku tak sampai untuk menjadikannya pacar pada saat dulu itu. Sebab, diri ini tidak ada keberanian untuk mengungkapkan isi hati kepadanya. Oleh karena itu, hanya bisa dipendam saja sampai Alika pergi ke tempat lain untuk melanjutkan sekolahnya.


Catatan kaki: 

¹ "Eh, mengagetkan saja. Itu siapa?"


....

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN