Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Kehidupan Mike (30)

Kehidupan Mike (30)

; Menceritakan Suatu Hal kepada Sinta 


Mike mengharapkan bahwa keindahan yang diciptakan itu ialah keindahan yang nyata. Bahkan, ia sendiri sudah sangat yakin bahwa akan menceritakan tentang bulan dan bintang yang saling merindukan. Kemudian, Mike menghela napas panjang dulu sebentar lalu mengeluarkannya perlahan-lahan.

Dalam bayangan yang selalu terukir jelas bahwa kehidupan itu selalu berubah. Mike pun merasakan semua itu. Mike pun ingin segera menggantikan kehidupan yang kemarin-kemarin penuh kegalauan itu menjadi indah. 

Memang, hal yang menyakitkan akan terus tumbuh. Namun, keindahan pun bisa saja tercipta dengan poros atau tiang yang semakin kuat. Mike termenung. Mike berdiri dari duduknya dan mengayunkan kaki untuk menjauh dari ayahnya Sinta. Bahkan, ayahnya Sinta pun melirik Mike sambil mengerutkan dahi yang mungkin saja sedang bertanya-tanya pada dirinya sendiri hingga akhirnya keluarlah ungkapan, "Mau ke mana, Mike?" 

"Oh ya, Pak. Maaf, aku ingin ke beranda dulu, Pak," kata Mike yang terdengar pelan oleh ayahnya Sinta. 

Dalam malam yang semakin merangkak naik saja sehingga waktu pun menjadi berubah; dingin. Mike langsung mengayunkan kakinya menuju beranda, sedangkan Sinta masih belum keluar dari kamarnya yang entahlah sedang melakukan apa di dalam sana. 

Lima menit berada di beranda rumah orang tuanya Sinta membuat Mike merenungkan ungkapan yang ingin segera dikeluarkan, yakni minta restu. Namun, hal-hal semacam itu pun masih saja bergulat dengan kehidupan yang belum pas, sehingga ia sendiri sungguh bingung dengan hati dan pikiran yang kadang tak sinkron. 

Kemudian, di beranda rumah itu Mike pun akhirnya melihat kembali Sinta yang mendekatinya, sambil membawa secangkir kopi susu dengan gelas cantik berwarna cokelat. Mike tersenyum. Kemudian, Sinta berkata, "Ini kopi spesial buatanku untukmu, Yang!" 

"Oh, ya?" Mike bertanya sambil tersenyum. 

"Iya, tapi ada syaratnya!" 

"Apa, tuh?" 

"Kamu, harus menceritakan tentang bulan yang merindukan bintang untuk jadi temannya itu." 

"Oh, itu. Oke, Yang." 

Malam yang semakin malam pun sangat terasa dingin oleh Mike, apalagi ia ditagih untuk menceritakan bulan dan bintang. Kemudian, Mike menunduk sembari memikirkan harus menceritakan dari mana awalnya kepada Sinta. 

"Jadi, gimana?" Sinta pun bertanya dengan nada yang lembut. 

"Aku jadi bingung mau mulai dari mana, hehe." 

"Lah, kamu mah ada-ada saja." 

Mike sebentar terdiam mencari kata-kata yang pas untuk diceritakan kepada Sinta. Kemudian, Mike membenarkan posisi duduknya sehingga tepat sekali menghadap ke arah Sinta, sedangkan wanita yang ada di depannya masih menunggu dengan setia. 

"Oke, Yang. Aku mau menceritakan yang dimulai dari bagian ini." Mike pun bersuara kembali. 

"Ayo, dong! Ceritakan, jadi penasaran!" 

"Bulan yang ada di langit itu tampak indah jikalau ditemani dengan bintang. Maka, hal semacam itu pun bisa menggambarkan kehidupan manusia kalau ada temannya," kata pembuka dari Mike. 

"Terus?"

"Kehidupan itu harus saling melengkapi maka bulan pun akan terasa sendiri kalau tak ada bintang di malam hari. Oleh karena itu, kesunyian pun akan datang dan selalu menghantui kalau tak ada teman atau pasangan yang setia." 

"Ah, masa sih, seperti itu?" 

"Iya, kan itu menurut ceritaku, Yang. Coba lihat ke langit yang hitam itu dan lihat di situ ada bulan dan bintang yang menghiasi maka akan terasa indah, kan?" Mike pun menunjuk langit malam. 

Sinta berdiri lalu melihat langit yang tersedia bulan dan bintang, lalu ia berkata, "Iya, indah. Namun, bulan yang aku lihat itu tak sempurna." 

"Iya, kan itu pun seperti proses perjalanan kehidupan manusia yang bisa saja tak selalu sempurna atau bisa dikatakan seperti bunglon yang berganti-ganti warna."

"Ah, Ayang bisa saja!" 

"Iya, benar. Tapi, semua itu bisa sangat berbeda dengan aku ini." 

"Emang bedanya kenapa?" 

"Aku akan selalu menyayangi dan mencintai dirimu sampai akhir hayat," kata Mike dengan tatapan serius kepada Sinta. 

Sinta pun tersenyum dan menundukkan kepala lalu di bagian pipinya ada warna merah. Dalam momen yang mungkin saja membuat Sinta terbang tinggi itu, Mike masih saja menatap dengan keseriusannya. 

Dalam bayang-bayang malam yang sulit untuk dideskripsikan karena terasa sepi; tak ada suara selain Mike dan Sinta. Bahkan, kendaraan yang sering berlalu-lalang di depan rumah orang tuanya Sinta pun mendadak tak ada. Entahlah. 

"Jangan bicara seperti itu terus, ya!" Sinta pun memohon karena ia sangat malu kalau Mike berkata seperti itu. 

"Emang kenapa?" 

"Tak ada apa-apa. Tapi ...." 

Sekarang, malah Mike yang tersenyum karena merasa gemas sama kekasihnya itu dan ingin sekali mencubit pipinya. Namun, semua itu tak bisa dilakukan karena bukan mahrom. Kemudian, lelaki yang berada dekat dengan Sinta itu hanya bisa menatap saja sambil hatinya masih berbunga-bunga. 

Momen malam yang sungguh sulit untuk diprediksi sebelumnya karena Mike pun tak pernah memikirkan bisa berduaan dengan Sinta di beranda rumah. Kemudian, angin malam pun semakin masuk saja ke celah-celah kemeja dan waktu pun sudah menunjukkan pukul 22.00. Mike terdiam sebentar lalu ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah karena waktu pun sudah malam. 

"Yang, aku pulang dulu, ya!" Mike meminta izin untuk pulang ke rumahnya. 

"Emang sekarang jam berapa?" 

"Sepuluh, Yang. Sudah malam, kamu pun harus istirahat," kata Mike di depan Sinta. 

"Iya, deh. Tapi ...." 

"Udah, kamu istirahat, ya. Entar dilanjut lagi ceritanya." 

"Ya, udah. Pamit dulu sama ayah, ya!" Sinta pun menyuruh Mike untuk pamit pulang kepada ayahnya yang masih menonton televisi. 

Sepuluh menit kemudian, Mike pun langsung masuk ke dalam mobil yang ia bawa. Dan tanpa ba-bi-bu, Mike langsung menyalakan mobilnya, sedangkan Sinta berdiri di depan beranda sambil ngelihatin kekasihnya itu yang mau pulang. 


....

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Mari Berkenalan dengan Gurita Teleskop, Penghuni Laut Dalam!

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca