Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Sate Maranggi, Sejarah, dan Proses Pembuatannya, Silakan Disimak!

Sate Maranggi, Sejarah, dan Proses Pembuatannya, Silakan Disimak!
Foto: Sate Maranggi | Instagram @cc_haili_food

Faktor yang bisa memengaruhi suatu wilayah terkenal itu tak hanya terletak pada destinasi wisatanya saja! Akan tetapi, faktor kuliner yang khas pun bisa menunjang terkenalnya suatu wilayah tersebut. 

Oleh karena itu, banyak di daerah yang terletak di Indonesia ini mempunyai ragam kuliner khasnya masing-masing. Bahkan, ada yang terbuat dari bahan-bahan yang khusus dan beragam macamnya. 

Kemudian, salah satu kuliner yang khas di Indonesia ini apa, sih? Salah satu kuliner yang khas dan bisa menggugah selera itu ialah 'sate maranggi' atau sate khas Purwakarta.


Tahun berapa sate maranggi ini tercipta? 


Dikutip dari laman Kemdikbud bahwa sate maranggi ini pun tidak diketahui secara pasti tanggal berapa nama kuliner ini dipopulerkan. 

Kemudian, data yang diperoleh dari informan pun menyebutkan bahwa seorang penjual sate maranggi bernama Bustomi Sukmawirdja atau dikenal dengan sebutan Mang Udeng, telah berjualan sate maranggi pada tahun 1962 di Kecamatan Plered.

Hal semacam itu pun bisa dikatakan sekaligus mematahkan permasalahan lokasi asal mula sate maranggi yang sebelumnya juga diklaim oleh Kecamatan Wanayasa. 

Tidak sampai situ saja! Namun, hal semacam itu pun didukung juga dengan informasi keberadaan sate maranggi di Wanayasa adalah lebih muda jika dibandingkan dengan di Plered, yakni tahun 1970. 

Informasi semacam itu pun awal mula adanya penjual sate di Wanayasa datang dari seorang dengan nama panggilan Mak Unah. 

Bahkan, Mak Unah menyebutkan bahwa sekitar tahun 1970, beliau sudah berjualan sate. Tidak lantas beliau mengistilahkan dengan nama sate maranggi.


 

Namun, Mak Unah itu hanya menyebutkan sate panggang saja. Kemudian, beliau juga telah mengetahui bahwa di Plered sebelumnya telah ada yang berjualan sate, yaitu Mang Udeng. 

Dalam proses pembuatannya bahwa daging yang digunakan kala itu berasal dari daging sapi atau kerbau. Mak Unah pun melanjutkan bahwa ia memang sebelumnya juga menggunakan bahan daging yang sama. 

Menarik ke belakang lagi bahwa sekitar tahun 1965, beliau mencoba menggunakan jenis daging lain dalam racikan bumbunya, yaitu daging domba. 

Namun, menurut beliau bahwa racikan bumbunya yang dimasak dengan menggunakan daging domba lebih enak jika dibandingkan dengan menggunakan jenis daging yang lain. 

Maka dari itu, mengkaji dari data sejarah tersebut bahwa antara Wanayasa dan Plered terdapat sebuah sinergi yang mencuatkan nama 'maranggi'. 

Memang dalam melihat angka tahun, Wanayasa itu lebih muda dibandingkan dengan Plered. Namun, dilihat dari jenis daging yang digunakan membuat kedua daerah tersebut bisa dikatakan sebagai awal mula adanya sate maranggi di Purwakarta.

Wanayasa pun merupakan 'pencipta' dari sate maranggi dengan menggunakan bahan dasar daging domba, sedangkan Plered merupakan 'pencipta' sate maranggi dengan menggunakan bahan dasar daging sapi dan kerbau. 


Bagaimana proses membuat sate maranggi yang enak dan nikmat? 


Sate maranggi ini awal mulanya berbahan dasar dari daging kerbau. Namun, saat ini pun bahan dasarnya mulai bervariasi, yakni menggunakan daging kambing (domba) dan daging ayam. 

Daging kerbau pun banyak digunakan penjual sate maranggi di Plered, sedangkan daging kambing banyak digunakan penjual sate maranggi di Pasawahan hingga Wanayasa. 

Proses pengolahan sate maranggi ini diawali dengan mengiris daging kecil-kecil lalu dibungkus dengan daun pepaya dan didiamkan selama kurang lebih tiga jam dengan tujuan daging menjadi lebih empuk. 

Kemudian, buatlah bumbu yang terdiri dari bumbu penyedap, gula merah, dan garam. Setelah itu, aduklah hingga rata lalu campurkan bersama dengan daging dan aduk kembali hingga benar-benar merata. 

Proses semacam itu pun diakhiri dengan memasukkan tiga atau empat iris daging ke tusuk sate. Kemudian, pemasakan pun dilakukan dengan cara memanggang dengan tujuan agar tingkat kematangan merata. 

Namun, harus bisa diingat dan diperhatikan bahwa penyajian sate maranggi yang telah matang pun dengan cara ditaruh dalam baki. 

Oleh karena itu, pembeli pun mengambil satu per satu sate maranggi dengan tidak lupa menaruh kembali tusuk sate bekasnya di atas piring. 

Tujuan semua itu untuk memudahkan perhitungan berapa jumlah sate maranggi yang disantap lalu dikalikan dengan harga per tusuknya yang saat ini bisa dikisaran Rp1.500 sampai Rp4.000. 

Namun dalam perkembangan zaman, pola penjualan seperti itu sudah mulai jarang digunakan! Sebab, saat ini pesanan yang biasa dilakukan oleh pembeli adalah per porsi (10 tusuk). 

Hal semacam itu pun tentu ada pendamping lainnya, yaitu kuah atau bumbu cair yang berguna sebagai penyedap rasa sate maranggi. 

Kemudian, kuah ini terdiri dari dua jenis, yakni kuah kecap dan kuah kacang. Bahan yang digunakan untuk membuat kuah kecap pun ialah bawang merah, tomat, cabai rawit, bumbu penyedap, dan kecap. 



Adapun bahan tersebut diolah dengan cara sebagai berikut, terkecuali bumbu penyedap dan kecap, ketiga bahan yang lain itu digerus sampai benar-benar halus. 

Langkah selanjutnya ialah bumbu yang sudah halus tersebut ditumis sampai mengeluarkan bau wangi atau harum. Kemudian, berturut-turut dimasukkan kecap dan bumbu penyedap yang sudah disediakan tadi. 

Adapun bahan yang digunakan untuk membuat kuah kacang ialah kacang tanah, cabai merah, bawang putih, kemiri, dan daun salam. 

Cara pengolahannya pun ialah bawang putih dan kemiri ditumis dengan menggunakan sedikit minyak goreng. Setelah tumisan berbau harum itu diangkat lalu digerus bersama cabai merah dan kacang tanah. 

Namun, ada terkecualinya ialah kacang tanah yang digerus cukup agak kasar saja, sedangkan bumbu lainnya digerus hingga benar-benar halus. 

Langkah selanjutnya ialah bahan diolah di katel dengan menggunakan sedikit minyak goreng dan diolah hingga mendidih. 

Cara pemakaian kuah tersebut pun dengan cara mencelupkan satu per satu sate dan cukup sekali saja dalam satu tusuk ke dalam kuah. 

Kemudian, apabila hendak dicampur dengan nasi maka sudah tersedia sendok pada setiap wadah kuahnya. Adapun kedua jenis kuah tersebut hanya ada pada penjual sate maranggi di daerah Plered dan Pasawahan (termasuk Pondoksalam dan Wanayasa). 

Tidak hanya itu saja! Namun, acar mentimun pun menjadi sajian pelengkap lainnya untuk kuliner sate maranggi ini. Kemudian, sajian pendamping ini pun memang kerap ada dan jawaban dari sang penjual biasanya memang terjadi begitu saja. 

Bahan yang digunakan untuk membuat acar mentimun pun biasanya ialah bawang merah, cabai rawit, mentimun, wortel, gula pasir, garam, dan cuka makan. 

Adapun proses pengolahannya ialah langkah pertama dengan mengupas bawang merah dan wortel. Kemudian, mentimun pun dipotong kecil-kecil dengan ukuran yang hampir sama. 

Setelah itu, tabur dan aduk gula pasir, garam, dan cuka ke dalam potongan-potongan bahan tersebut hingga merata. Namun, lebih lengkap lagi jikalau ditemani dengan nasi atau ketan yang sudah dibakar terlebih dahulu.(*)

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Mari Berkenalan dengan Gurita Teleskop, Penghuni Laut Dalam!

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca