Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Si Cantik Bermata Emas

Si Cantik Bermata Emas

Sewaktu berkunjung ke rumah Abah, saya melihat wanita yang berwajah oriental sedang duduk saja di depan beranda. Saya mengerutkan dahi karena baru pertama kali melihat ada wanita di rumah Abah.

Dalam hati pun mendadak bertanya tentang siapa sosok yang duduk itu. Saya pun langsung masuk ke dalam rumah Abah, sedangkan wanita itu hanya melemparkan senyum saja. Kemudian, dada saya pun malah semakin naik turun saja yang menandakan bahwa begitu bergetar ketika menerima senyuman dari wanita itu.

Sesampai di tengah rumah, saya melihat Abah sedang duduk di kursi jati sambil membaca koran yang mungkin saja isinya tentang berita maling uang rakyat ataupun entahlah. Saya pun langsung mendekatinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah terangkai rapi di dalam pikiran ini. 

Kemudian setelah percis berada di samping Abah, saya langsung melemparkan pertanyaan tentang wanita yang sedang duduk di beranda rumah ini.

"Bah, wanita yang berada di depan itu siapa?!" tanya saya ketika itu, sedangkan Abah pun malah tersenyum. 

"Itu anak abah, lah," jawab lelaki yang kurang lebih sudah berumur enam puluh tahun itu.

"Anak?" Saya mengerutkan dahi lalu sedikit belum bisa percaya dengan jawaban yang dilemparkan oleh Abah itu.

"Iya, itu anak abah yang pernah hilang," jawab Abah lalu berdiri untuk mengambil secangkir kopi yang terletak di meja.



"Abah tak pernah cerita sama aku," kata saya lalu duduk di kursi yang berada di tengah rumah Abah.

"Karena kamu juga tak pernah nanya,"–saya pun bersandar pada kursi itu–"coba tanya saja sama mamah kamu pasti dia tahu!" suruh Abah kepada saya dengan terlihat mantap.

"Hmmm." 

"Sebenarnya, hal semacam itu seharusnya kamu juga sudah tahu. Namun, hal itu sering membuat abah bersedih ketika Si Cantik itu belum ketemu," kata Abah lalu duduk kembali di kursi jati kesayangannya. 

"Jadi, namaya Si Cantik, Bah?" 

"Iya, namanya Si Cantik Bermata Emas," jawab Abah dengan nada pelan yang terdengar samar-samar oleh saya.

Kemudian, saya pun langsung berpikir bahwa mungkin saja Abah memberikan nama itu, karena wanita yang berada di beranda rumah itu benar-benar matanya terlihat berwarna emas. Saya pun berdiri lalu melangkahkan kaki ke balik jendela untuk melihat Si Cantik itu dengan mata yang telanjang ini.

Tampak jelas kala diperhatikan secara seksama bahwa Si Cantik itu hampir mirip dengan Ibu. Bentuk wajahnya. Hidungnya. Namun, hanya ada salah satu yang membedakannya, yaitu kedua bola matanya berwarna emas. Entahlah! Saya pun kurang tahu, kenapa matanya bisa berwarna semacam itu?

"Bah, boleh nggak aku ke sana?" tanya saya sambil menunjuk ke beranda rumah. 

"Boleh. Namun, nantinya jangan tanya yang macem-macem kepada Si Cantik, ya!" Abah pun berkata dengan nada pelan lagi yang mungkin saja takut kedengaran oleh Si Cantik.

Saya pun tanpa ba-bi-bu lagi langsung saja mengayunkan kaki untuk mendekati Si Cantik. Kemudian, rasa penasaran pun malah memuncak tentang kedua mata Si Cantik itu kenapa bisa berwarna emas. Saya pun terdiam sebentar di depan pintu rumah lalu berjalan kembali untuk benar-benar percis di samping Si Cantik Bermata Emas itu.

"Hai, Bi!" sapa saya di samping Si Cantik. 

Si Cantik pun tersenyum lalu membenarkan posisi duduknya. 

"Hai, Bi! Kenapa duduk di sini saja?" tanya saya basa-basi.

Wanita yang oleh saya disebut bibi karena adik dari Ibu itu pun terdiam saja. Kemudian, saya pun menggeleng-gelengkan kepala ketika pertanyaan itu tak dijawabnya.

Di samping Si Cantik Bermata Emas, saya jadi berspekulasi, apakah adik Ibu ini mempunyai kelainan? Atau apa? Sebab, ketika saya sapa lalu saya tanya, wanita yang ada di samping ini tak bersuara. Namun, entahlah! 


***


Mendadak saja, saya merasakan ada hal yang mengganjal di dalam hati ini. Saya pun duduk bersandar di kursi tengah rumah sambil memikirkan kejadian kemarin di rumah Abah. Kemudian, suasana di tengah rumah pun malah tidak mendukung; sepi dan sunyi menghigapi dalam jiwa ini.

Momen di rumah Abah menjadi salah satu momen yang pertama saya lihat dalam kehidupan ini. Saya melihat wanita yang bermata emas. Kemudian, wanita itu pun diketahui adalah adik dari Ibu. Tiba-tiba saja, sewaktu itu saya mengerutkan kening. Namun, semua itu pun harus bisa diterima dengan lapang dada ketika Abah menceritakan, wanita itu adalah anak terakhirnya yang sempat hilang sewaktu kecil.

Hal-hal yang bisa dikatakan baru beberapa hari terlihat itu menjadikan saya berpikir bahwa dunia ini susah ditebak. Kemudian, saya merenungi apa yang terjadi kemarin. Saya pun membolak-balikkan buku yang berada di meja lalu pikiran ini benar-benar seperti orang linglung.



Bahkan, ruangan tengah rumah pun menjadi suram karena jawaban untuk pikiran ini tak kunjung datang. Saya berdiri lalu melangkahkan kaki menuju belakang jendela. Kemudian, tampak halaman rumah pun sepi dan banyak daun-daun cengkih yang pada terjatuh oleh angin.

"A, kamu sedang apa berdiri di situ?" Tiba-tiba saja Ibu mengagetkan saya. 

Kemudian, saya pun memalingkan badan sambil tangan kanan menempel pada dada. 

"Sedang apa di situ?" tanya Ibu lagi. 

"Berdiri saja, Bu," jawab saya dengan tangan kanan yang masih menempel pada dada

Ibu pun kembali bertanya, "Gimana kemarin di rumah Abah, ramai?"

"Oh, itu, Bu." Saya pun langsung mendekati Ibu dan tepat berada di sampingnya. "Ada yang mau aku tanyakan, Bu," tambah saya lalu duduk di samping Ibu.

"Mau nanya apa?" 

"Ini, Bu! Aku mau nanya tentang wanita yang kemarin duduk di beranda rumah Abah itu siapa?" 

Kemudian, Ibu pun terlihat membenarkan posisi duduknya dan wajahnya tampak tak nyaman dengan pertanyaan yang saya lemparkan itu. 

"Itu adik ibu," jawab Ibu pelan yang samar-samar saya dengar. 

"Jadi, beneran yang dikatakan Abah itu bahwa wanita itu adalah adik Ibu?" tanya saya untuk memastikan. 

Ibu pun menganggukkan kepala lalu menjawab, "Iya, betul."

Saya pun merasa bahwa pertanyaan yang berada di dalam pikiran ini sedikit demi sedikit mulai terjawab. Bahkan, hal yang menyangkut Si Cantik Bermata Emas pun oleh Ibu diceritakan lebih detailnya. 

Ibu menceritakan bahwa Si Cantik itu adalah anak Abah yang sempat hilang ketika berliburan ke salah satu tempat wisata. Sewaktu itu pun Abah selalu mencarinya, tapi takdir harus berkata lain bahwa Si Cantik itu sulit untuk ditemukan. Kemudian, Abah pun sering merenung, menyendiri, dan menyalahkan diri sendiri, karena mungkin saja merasa gagal untuk menjaga Si Cantik ketika berliburan.

Dalam perjalanannya waktu, Abah pun melihat wanita di depan pasar dan hal itu mengingatkannya kepada Si Cantik. Kemudian, Abah pun penasaran dengan wanita yang dilihatnya karena ada kemiripan dengan Si Cantik. Abah pun tanpa ba-bi-bu lagi langsung menyapanya dan bertanya-tanya tentang wanita itu; asal usulnya.

Setelah bertanya-tanya untuk memperdalam informasi tentang wanita yang mirip dengan putrinya. Abah pun langsung membawa foto Si Cantik ketika umur lima tahun dan dibandingkan dengan wanita itu yang mungkin saja sudah berumur lima belas tahun. 

Setelah hampir satu jam membandingkan wajah yang berada di dalam foto itu dengan Si Cantik, tiba-tiba saja Abah pun mengerutkan kening dan berkata pelan, ini ada kemiripan dari hidungnya, bibirnya, dan matanya.

"Bolehkah abah tahu tentang siapa bapakmu, Nak?" tanya Abah ketika itu yang sesuai dengan cerita dari Ibu. 

"Aku tak tahu bapakku di mana sekarang, karena menurut orang baik yang mengasuhku, aku ditemukan di tempat wisata ketika itu," jawab wanita itu lalu air matanya pun terjatuh. 



Sewaktu itu pun Abah langsung mempunyai firasat bahwa wanita yang dilihatnya ini adalah putrinya. Kemudian, Abah langsung menghubungi Ibu dan memberikan informasi tentang wanita itu. Oleh karena itu, Ibu pun langsung melihat wanita itu ke depan pasar dengan ditemani oleh sopirnya.

Dua puluh menit kemudian, Ibu pun sampai di depan pasar dengan kedua matanya pun langsung tertuju ke wanita yang sedang bersama Abah. Ibu langsung mendekatinya sambil menenteng tas kesukaanya yang sering dibawa ke mana-mana.

"Neng, ini mirip adik kamu yang hilang itu!" kata Abah, "coba kamu perhatikan semuanya!" suruh Abah kepada Ibu yang baru saja berdiri percis di samping wanita itu.

Kemudian, Ibu langsung memerhatikan wanita itu dan kesan pertama yang diceritakan kepada saya bahwa Ibu pun merasa bahwa wanita itu adalah adiknya. Bahkan, Ibu pun langsung melihat kedua bola matanya yang bermata emas itu sama sekali dengan adiknya. Tidak sampai situ saja! Ibu juga langsung melihat sebuah tanda yang berada di kepalanya bahwa itu pun sama sekali dengan tanda yang dimiliki adiknya. 

"Iya, ini mirip dengan adik yang hilang, Bah," kata Ibu sewaktu itu yang diceritakan kepada saya.

Dalam semua yang diceritakan oleh Ibu itu pun saya terdiam mematung dan sangat khidmat untuk mendengarkan semua peristiwanya. Kemudian, pertanyaan yang berada di dalam pikiran ini benar-benar sudah terjawab total bahwa Si Cantik Bermata Emas itu adalah putri Abah yang terakhir. Saya pun takbisa berkata-kata lagi dan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan ini. Kemudian, saya pun menggeleng-gelengkan kepala, karena pikiran ini berpikir bahwa dunia ini benar-benar panggung sandiwara yang sulit untuk ditebak!(*)


2023

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN