Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Menunggu Senja

Menunggu Senja
Ilustrasi | Pexels.com/Vlad Bagacian

Alina masih duduk di beranda rumah ketika dirinya menunggu senja yang telah lama diimpi-impikannya. Melihat waktu. Menunggu. Semua itu ia lakukan dengan harapan-harapan yang dilangitkan. Bahkan, Alina berpenampilan sangat rapi nan cantik ketika menunggu senja itu.

Senja, kau di mana? Tanya Alina di kala mendung semakin tampil ke permukaan. Wanita cantik nan manis itu terdiam di sudut jam 12, lalu matanya menyapu setiap inci yang berada di depannya.

"Kamu, sedang nunggu apa sih, Neng?" tanya ibunya yang mengagetkan Alina. 

"Ibu ...," kata Alina sambil telapak tangan kanannya menempel dada, "senja, aku sedang menunggu senja, Ibu," tambahnya.

"Senja?" tanya ibunya yang tampak heran, "mana mungkin, senja akan datang di waktu mendung seperti ini?!" lanjutnya.

"Entahlah, Bu," jawab Alina lalu menundukkan kepalanya tanda sulit berpikir.

Mungkin saja, senja itu sudah ada yang mengambil jadi takbisa dilihat lagi oleh Alina. Mungkin, senja itu sangat malu-malu jadi sangat sulit untuk tampil ke permukaan lagi. Alina masih duduk di kursi yang terbuat dari kayu jati, lalu wanita itu mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir. 



Wanita yang berusia 24 tahun itu sangat berharap bahwa senja yang selama ini ditunggunya bisa muncul ke permukaan. Ia menyukai senja! Bahkan, lukisan yang berada di ruang lukisnya pun hampir semuanya tentang senja.

"Ibu paham bahwa kamu sudah lama nunggu senja, kan?" tanya ibunya membuka percakapan lagi. 

Alina menganggukkan kepala, lalu wanita yang manis itu berkata, "Iya, Bu. Aku ingin melihat kembali senja, sudah lama tak melihat senja dengan mata yang telanjang."

Alina mempunyai pemikiran bahwa senja itu sebagai harapan untuk bisa menciptakan sebuah ide-ide untuk hobinya; melukis. Bahkan, tak jarang juga Alina mencari referensi untuk melukis itu dengan menonton video pendek tentang senja. Kemudian, harapan ke depannya pun muncul bahwa senja itu harus bisa dilihat oleh mata telanjang agar bisa melukis dengan rasa orisinalitas yang tinggi.

"Senja di mana, kau? Aku menunggumu!" Sudah hampir dua jam Alina duduk di beranda rumah menunggu senja yang tak kunjung muncul. Bahkan, sampai pukul 17.30 pun senja itu takada tanda-tanda untuk muncul ke permukaan.

"Udah, Neng. Masuk saja ke dalam rumah!"–Alina mengerutkan kening–"senja tak akan pernah datang kembali," ungkap ibunya dengan nada pelan. 


***


Banyak hal yang tertanam dalam diri Alina, bahkan pikirannya selalu melayang-melayang mencari jawaban yang ditanyakan di dalam hatinya. Ia bagaikan wanita perkasa, tapi ada salah satu yang selalu menghambatnya, yaitu senja tak kunjung muncul ke permukaan.

Kemudian hari demi hari, Alina terus saja berharap agar bisa melihat senja dengan mata telanjangnya. Bahkan, ia sendiri sudah menyiapkan kanvas kosong yang spesial untuk melukiskannya. Dalam harapan yang tinggi, Alina menginginkan sebuah ide melukis senja secara aspek orisinalitas yang tinggi.

"Walaupun mau bertahun-tahun lagi, aku akan tetap menunggu senja itu muncul," kata Alina sembari melihat langit yang tampak mendung.

"Kan, kemarin-kemarin juga ibu sudah bilang bahwa senja itu tak akan muncul," ujar ibunya yang berada di dekat Alina. 



Dalam bayang-bayang sunyi, Alina merenung dan memikirkan, apakah betul apa yang dikatakan ibunya itu? Kemudian, wanita cantik nan manis itu pun membetulkan penutup kepalanya dan kembali berujar, "Tapi, aku tetap akan menunggunya, Bu." 

"Ya, udah kalau itu maumu." Ibunya berdiri, lalu melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah.

Ada hal yang tampak tertahan antara kecintaan dan senja yang ditunggunya. Bahkan, Alina pun harus memutuskan bahwa akan menjauh terlebih dahulu dengan rasa cinta yang berada di dalam hatinya. Ia sangat bersemangat mengejar senja untuk proyek jangka panjangnya; melukis. Ia masih sangat berharap bahwa kedua matanya bisa melihat langsung senja yang tampak cantik di atas sana.

Senja dan lukisan menjadi salah satu vaksin penyemangat Alina di kala pikirannya sedang ruwet. Namun sudah beberapa hari ini, senja itu tak pernah muncul kembali. Alina tampak sedih, wajahnya sudah takberaturan. Bahkan, wanita yang mempunyai senyum manis itu kadang juga meneteskan air mata.

"Senja, ayo dong, muncul!" kata Alina pelan, kedua matanya masih dalam mengharapkan bisa melihat lagi senja.

Alina pun berdiri di depan beranda rumah, lalu ia mendongakkan kepalanya sambil melangitkan harapan-harapan yang berada di dalam hatinya. Kemudian, ia mengucurkan air mata lagi karena senja yang ditunggunya itu tak kunjung muncul. Bahkan, ia sangat sedih bahwa senja itu sepertinya sudah takada lagi karena langit pun selalu terlihat mendung, sedangkan asap-asap di samping rumahnya terus mengepul. Ia pun terdiam dalam kegamangan yang mendalam.(*)


2023

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN