Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Menara yang Sulit di Lukis

Menara yang Sulit di Gambar


Ketika itu, saya memandang menara yang tampak indah menghiasi jantung kota. Kemudian, rasanya ingin melukiskan menggunakan pensil dan kertas yang seadanya. Namun, keinginan itu malah terhalang oleh air yang tiba-tiba saja turun dari langit.

Saya terpaku di sudut kota dengan kemeja setengah basah lalu rambut yang sudah tak beraturan. Bahkan, banyak orang juga yang menyamping ke bawah atap bangunan samping jalan-jalan. Saya menahan saliva lalu mengerutkan kening dan berpikir, apakah seperti ini keadaan jantung kota kalau sedang diguyur hujan?

"Jika, saya melukis menara itu, apakah akan bisa sebagus aslinya?" tanya saya kepada wanita yang ada di samping ini. 

Alina tersenyum seperti takpercaya bahwa saya mampu untuk melukiskan menara yang menjadi jantung kota ini. 

Suasana menjadi tampak sepi, orang-orang pun tak berkerumunan lagi dan hanya ada beberapa kendaraan saja yang menebus hujan. Saya terdiam dan terus memandang dari segi mana kalau mau melukiskan menara itu, sedangkan Alina hanya duduk saja di kursi depan toko sepatu ini.

"Bukannya aku meremehkan skill melukis kamu, tapi kalau melukis menara itu sepertinya tidak kalau menurut aku, mah," kata Alina yang tiba-tiba saja membuat saya mengerutkan kening. 

"Ah, masa, sih?" tanya saya lebih serius lagi. 

"Seperti itulah kalau menurut aku, mah," jawab Alina terlihat datar.

Memang, jika saya pandang dari jarak kurang lebih 500 meter, menara itu terasa sulit untuk dilukis, apalagi ada tekstur-tekstur yang lumayan rumit juga untuk dilukiskan. Saya menahan saliva lagi lalu dada pun masih naik turun, sedangkan kedua mata ini masih menatap tajam menara itu. Kemudian, Alina kembali berkata, "Udah, melihatnya jangan gitu amet!"

"Bukannya gitu, tapi saya masih penasaran saja dengan menara yang terlihat indah itu," kata saya mantap.

Alina menggeleng-gelengkan kepala dan memandang saya dengan tatapan yang terlihat dalam. Mungkin, wanita yang berkerudung cokelat itu sedang memikirkan, apakah lelaki yang ada di depannya ini tak melihat kemampuan atau bagaimana? Namun, entahlah! 


***


Di dalam ruangan lukis yang berukuran lima kali empat meter, saya menyendiri memikirkan menara jantung kota itu. Kemarin-kemarin, saya menikmatinya secara jelas dengan kedua mata yang telanjang, sedangkan sekarang ini rasanya ingin melukiskannya. Saya benar-benar memikirkan harus memulai dari mana, sampai baru langkah awal pun diri ini sudah dibuat bingung oleh detail-detail menara tersebut.

Setelah memikirkan dengan waktu kurang lebih dua puluh menit, saya memulainya dari bawah atau bisa disebut juga kaki-kakinya. Tergambar jelas dalam ingatkan bahwa kaki-kaki menara itu terdiri empat sisi yang berposisi seperti kubus. Kemudian, kaki-kaki itu mulai saya gambarkan di kanvas kosong yang berada di depan dengan sangat hati-hati.

Ruangan lukis pun tampak sunyi dan hanya ada saya saja sendiri tanpa teman di dalamnya. Menikmati setiap coretan. Menikmati setiap arsiran. Menikmati setiap pemikiran yang menjadi sebuah gambar keindahan. Kemudian, saya merenungi kembali menara itu; mengingat; mendeskripsikan; membuat mudah untuk dilukisnya.

Saya harus bisa melukis menara itu, kata mulut ini sangat pelan. Kemudian hingga beberapa menit, keempat kaki menara yang berada di jantung kota itu mulai terlihat gambarnya. Namun, permasalahan serius pun muncul kembali ketika memikirkan bagaimana caranya melukiskan bagian badan dari menara itu? Saya merenung kembali untuk memikirkan dari arah mana enaknya kalau melukiskan badan menara itu.

Perjalanan waktu pun terus berputar, sedangkan saya masih tertahan di bagian badan yang belum terlukis. Saya terdiam dan mengingat kembali bentuk menara itu dengan detail. Kemudian, mencoba lagi secara perlahan-lahan menggambarkan ke kanvas dengan apa yang diingat. Sampai-sampai, saya dibuat geleng-geleng kepala ketika gambar badan menara itu sangat jauh dari harapan hati ini. 

Ah, sangat tidak sesuai dengan aslinya, kata saya dengan hati yang mendadak kesal saja, karena begitu sulit untuk menggambarkan badan menara yang dari bawah ke atas bisa mengecil itu. 

Kemudian, suasana di dalam ruangan lukis pun sudah takbisa diatur saja ketika hujan turun di luaran sana. Bahkan, suara-suara hujan itu pun masuk ke dalam ruangan lukis dan membuat tak sunyi lagi. Dada saya pun semakin naik turun saja, sedangkan pikiran ini malah menjadi tak sinkron untuk memikirkan detail-detail menara yang harus dilukis itu.

Dalam suasana hujan, saya berdiri dan meninggalkan lukisan yang belum jadi itu. Kemudian, berdiri di belakang jendela sambil kedua mata ini menatap tajam bunga yang terlihat mekar. Namun, keindahan bunga itu masih takbisa untuk membuat saya fokus kembali untuk melukiskan menara yang berada di jantung kota itu.

Setelah beberapa menit berdiri di belakang jendela sambil melihat hujan, saya merasakan bahwa ada benarnya menurut Alina, melukiskan menara itu sulit. Bahkan, seketika itu pun Alina malah bilang tidak kepada saya. Kemudian, hal itu pun sangat terasa bahwa melukis menara yang berada di jantung kota itu tak semudah membalikkan telapak tangan!(*)


2023

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN