Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Empal Gentong Kuliner Asli Cirebon dan Sejarah yang Berada di Dalamnya, Silakan Simak!

Empal Gentong Kuliner Asli Cirebon dan Sejarah yang Berada di Dalamnya, Silakan Simak!
Empal Gentong | BATIQA Hotels

Empal gentong menjadi salah satu makanan khas asli Cirebon. Oleh karena itu, makanan yang satu ini menjadi sangat digemari karena memiliki cita rasa yang khas dan begitu enak untuk dinikmati.

Namun di balik kelezatan empal gentong ini, tentu mempunyai sejarah yang panjang di dalamnya. Bahkan dari awal kemunculannya, empal gentong ini sudah menjadi primadona banyak orang.

Sebelumnya yang dilansir dari Disbudpar Kota Cirebon bahwa dikisahkan pada era 1950-an terdapat dua pemilik kerbau dalam jumlah yang banyak. Kemudian, kedua orang itu bertempat di luar Kota Cirebon yang mengarah ke barat, tepatnya ke arah Plered.

Maka dari itu, kedua pemilik kerbau itu tak heran lagi kalau memiliki kandang kerbau yang besar. Kemudian, kedua pemilik kerbau dalam jumlah yang besar itu tidak tinggal satu desa.

Akan tetapi, mereka itu tinggal berbeda desa, yakni yang satu tinggal di Desa Battembat, lalu satu lagi tinggal di Desa Panembahan.

Oleh karena itu, tercatat juga bahwa pemilik kerbau dalam jumlah yang banyak di Desa Panembahan itu tidak lain adalah Haji Denan.

Kemudian, salah satu yang menyamakan antara kedua pemilik itu ialah berada di dalam lingkungan yang sama walaupun mereka berdua tidak tinggal sedesa.

Sebab, tidak lain juga dikarenakan kedua desa tersebut pun sama-sama memiliki banyak kerbau dan lokasinya yang bersebelahan, sehingga hal itu menjadi salah satu perekat antara satu dengan lainnya.



Tidak sampai situ saja! Namun, bagi warga yang ada di kedua desa tersebut pun jadi terbiasa dengan keberadaan daging-daging kerbau. Oleh karena itu, mereka pun sering memiliki daging kerbau yang berasal dari kerbau-kerbau di desanya.

Bahkan, kondisi ini tidak terkecuali dengan kelompok wanita yang ada di Desa Battembat. Selanjutnya, mereka pun sering memiliki daging kerbau.

Dengan demikian, kelompok wanita di Desa Battembat pun menjadi sering dituntut untuk menghasilkan masakan dari daging kerbau yang enak rasanya.

Dalam perjalanan waktu yang terus berputar, maka tuntutan untuk menghasilkan masakan dari daging kerbau itu semakin meningkat. Oleh karena itu, kelompok wanita yang berada di Desa Battembat pun terus berkreasi untuk menciptakan masakan yang enak dari bahan daging kerbau.

Sekitar tahun 1957 terciptalah satu jenis masakan yang baru dari hasil para pemasak itu. Masakannya pun terbuat dari daging kerbau yang dimasak dan disimpan dalam gentong. Maka dari itu, masakan yang semacam gulai ini dinamakan dengan empal gentong.

Kemudian, pada tahun 1970-an di Desa Battembat pun didirikan penjagalan kerbau. Bahkan, keberadaan penjagalan kerbau ini semakin menguatkan saja keberadaan empal gentong.

Penjagalan dan empal gentong itu menjadi salah satu kesatuan yang mungkin sulit terpisah ketika itu, karena dengan adanya penjagalan maka keberadaan daging kerbau pun selalu tersedia.

Selanjutnya, empal gentong ini mempunyai cerita bahwa sejak era pertama kemunculannya itu dijual dengan cara dipikul. Namun, selain itu juga empal gentong ini hanya dijual oleh orang dari Desa Battembat dengan berjualan di area sekitar saja.

Oleh karena itu, tercatat juga nama-nama penjual empal gentong pada era itu, yakni Mang Kuri, Mang Talko, dan Mang Darma. Kemudian, pada awal keberadaannya empal gentong ini dimasak dengan kayu asem.

Pada tahun selanjutnya, yakni era 1980-an, empal gentong pun mengalami transformasi. Kemudian, seperti apa, sih? Transformasi itu terletak pada bahan utama, yaitu daging. Ya, daging yang semula berasal dari kerbau berganti dengan daging sapi.

Harus bisa diketahui bahwa terjadinya tranformasi itu dikarenakan sewaktu itu daging kerbau sulit didapat. Maka, transformasi itu harus terjadi karena diikuti juga dengan penjagalan kerbau yang ada di Desa Battembat pun berubah haluan menjagal sapi.

Terjadinya hal semacam itu pun tentu ada sebab dan musababnya, salah satunya ialah pemilik kerbau dalam jumlah banyak sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, daging sapi digunakan karena daging sapi mudah didapat.

Pada era '80-an juga empal gentong ini mulai dijual dengan cara didorong. Kemudian, nama-nama penjual dari empal gentong ini pun tercatat: Mang Darma, Mang Mul, Mang Denggol, Mang Kasmo, Mang Mamong, dan Mang Kuresin.



Bahkan, Mang Darma pun menjadi salah satu penjual empal gentong yang sangat terkenal sejak tahun 1980-an sampai sekarang.

Perkembangan pun terus berjalan sehingga empal gentong ini tidak hanya dijual oleh orang-orang Battembat saja. Akan tetapi, empal gentong ini dijual juga oleh orang-orang dari desa lain walaupun semua itu masih berdekatan dengan Desa Battembat, seperti Desa Gesik, Desa Dawuan, Desa Kalitengah, Desa Kalibaru, dan Desa Panembahan.

Tidak sampai situ saja! Akan tetapi, penjualan empal gentong ini semakin meluas saja sehingga cara berjualannya dimulai dari yang dijual dengan gerobak dorong hingga setingkat rumah makan pun ada.

Kemudian, tempat-tempat yang setingkat rumah makan ataupun restoran itu tercatat, Empal Gentong Mang Darma, Empal Gentong Apud, Empal Gentong Mang Mul, Empal Gentong Haji Nas, Empal Gentong Amarta, Empal Gentong Haji Dian, Empal Gentong Haji Tasiyah, Empal Gentong Krucuk 1, Empal Gentong Krucuk 2, dan sebagainya.

Perkembangan pun semakin meningkat saja sehingga dalam perkembangan terakhir menunjukkan bahwa dalam memasak dan menyimpan empal gentong sudah banyak yang tidak sesuai dengan namanya.

Kemudian, kenapa seperti itu? Ya, seharusnya empal gentong itu dimasak sekaligus disimpan dalam gentong yang terbuat dari tanah. Namun dalam perkembangan terakhir, empal gentong itu sudah banyak dimasak dan disimpan dengan alat yang terbuat dari aluminium.

Tidak hanya itu saja! Namun, dalam perkembangan terakhir juga menunjukkan empal gentong yang dimasak dengan kayu bakar tidak lagi selalu menggunakan kayu asem.

Bahkan, dalam memasak empal gentong dengan kayu bakar, saat ini dimasak menggunakan dengan kayu apa saja. Sebab, melihat dari kondisi pun saat ini kayu asem bisa dikatakan sangat sulit untuk didapat.(*)

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN