Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Melawan Waktu demi Menggenggam Dunia

Melawan Waktu demi Menggenggam Dunia
Ilustrasi | Pexels.com/Ylanite Koppens

Aku terdiam ketika melihat waktu yang menjadi hitam, lampu-lampu menyala menusuk masuk ke dalam kepala ini. Aku terdiam ketika diriku bertanya perihal hati yang terluka ini! Kemudian, langkah-langkah yang awalnya terasa ringan, tapi ketika itu malah sangat susah untuk dijalankan! Semuanya tampak hilang; harapan pun musnah seketika.

Kalau menurut orang tua bahwa waktu itu seperti menggerus kehidupan seketika. Namun, hal semacam itu menjadikan sebuah peristiwa yang nyata menyerang batin ini. Waktu dan aku seperti tak sinkron untuk menjalani kehidupan yang nyata ini. Waktu seperti lebih cepat melangkah daripada aku sendiri yang lemah tak berdaya. 

"Waktu itu bisa menjadi sebuah cahaya, A," kata Alexa yang berada di sampingku. 

Ah, mana mungkin waktu itu bisa menjadi cahaya, malah aku merasakan yang sebaliknya. Waktu itu seperti menyerang hingga membuatku jatuh tak berdaya. 

"Apakah benar, waktu itu bisa bercahaya?" tanyaku kepada Alexa. 

Wanita yang berkerudung putih itu mengerutkan dahi dan ia seperti sedang merangkaikan kata untuk menjawab pertanyaanku. Aku menunggu. 

"Waktu bisa bercahaya kalau bisa mengaturnya, A," kata Alexa dengan kedua matanya menyoroti wajahku. 

"Ah, mana mungkin?" 

"Semuanya mungkin, A," ujarnya terlihat mantap.



Di antara bayang-bayang sepi, waktu seperti berubah menjadi salah satu monster yang menakutkan. Bahkan, aku semakin terdiam dan tak bisa melawan bayang-bayang sepi yang menghujam pikiran ini.

Andaikan waktu itu sama seperti yang dikatakan Alexa, mana mungkin bayang-bayang sepi itu malah menghantuiku dan sulit untuk dikalahkannya. Di balik kata, di balik semuanya yang aku lakukan, bayang-bayang sepi itu sulit menghilang. 

"Pernahkah Aa, mendengar suatu cerita bahwa waktu itu membahagiakan?" tanya Alexa kembali. 

Aku mengerutkan dahi dan sedikit berpikir bahwa pertanyaan apa lagi yang ditanyakan oleh wanita cantik itu. Bahkan, Alexa seperti terlihat yakin dengan pertanyaan yang dilemparkannya. Aku terkesima dengan pertanyaan yang sulit dijawab itu.

"Kenapa terdiam, A?" tanyanya lagi. 

Aku benar-benar tak bisa menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh Alexa di bawah langit hitam itu. Bahkan, Alexa seperti sudah siap untuk menceritakan bahwa waktu itu pun bisa menciptakan kebahagiaan.

"Aku menyerah saja, Neng," ucapku sambil menundukkan kepala. 

"Ah, sebegitukah kehidupan dengan mudah menyerah tanpa berpikir panjang?" 

"Sekarang, aku tak bisa berpikir dengan jernih, Neng," kataku dengan nada pelan yang mungkin saja samar-samar terdengar oleh Alexa.

Alexa mulai menceritakan dengan sedikit demi sedikit bahwa waktu itu adalah kebahagiaan yang nyata. Kemudian, wanita yang bermata indah itu menerangkan bahwa kebahagiaan yang nyata itu tak akan lepas dengan manajemen waktu di dalamnya. Oleh karena itu, waktu adalah salah satu faktor penentu untuk bisa mengetahui seberapa besar peluang kebahagiaan itu akan muncul. 

Aku pun secara khidmat menikmati semua kata per kata yang keluar dari Alexa itu. Bahkan, kata per kata itu aku santap dengan lahap agar bisa mengisi seluruh jiwa ini. 

"Bagaimana, apakah sudah paham?" tanya Alexa lagi. 

"Lumayan," jawabku santai. 

"Kok, lumayan? Belum paham, ya?" 

Aku pun terdiam dan langsung menolehkan muka agar tak terus-menerus ditatap olehnya.

Di beranda rumah, Alexa menceritakan tentang waktu dan kebahagiaan yang menurutnya saling berkesinambungan. Namun, semua itu sangat berbeda dengan diriku yang tampak belum bisa sepemikiran dengan Alexa.



Alexa semakin terlihat ingin membuat aku paham tentang waktu dan kebahagiaan. Wanita berusia 24 tahun itu menceritakan kembali dengan penyampaian yang sedikit berbeda dengan sebelumnya. Bahkan, Alexa sendiri mencoba untuk memberikan gambaran dengan meyelipkan contoh kecil bahwa seorang yang sukses itu tak akan lepas dengan waktu.

Waktu yang terus mengorek-ngorek kehidupanku! Bahkan, Alexa sendiri seperti tak memahami apa yang aku rasakan tentang waktu itu yang kian hari, kian mengacaukan pikiran ini.

"Kenapa sih, selalu menjauh dari waktu?" tanya Alexa dengan wajah yang seperti begitu penasaran.

"Jika, kamu menanyakan perihal itu maka aku sangat sulit untuk mendeskripsikannya dengan jelas," jawabku dengan mantap.

"Sebegitu sulitnya untuk dirimu itu?" 

"Iya, sangat sulit karena waktu itu sudah menghancurkan diri ini dengan begitu kejam dan tanpa ampun!" 

Alexa terlihat begitu terkejut ketika mendengar jawaban dariku, bahkan wanita cantik itu langsung terdiam begitu saja.

Sekarang ini, aku masih saja mencoba untuk melepaskan waktu hingga tak ada jejak lagi. Aku mencoba kembali merangkai sebuah perkataan agar bisa dilemparkan untuk melawan waktu. Bahkan, batin ini sangat berharap bahwa waktu itu bisa kalah dengan perkataan yang membuat dunia benar-benar tergenggam oleh tangan ini.[]


2023

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN