Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Dilema yang Tak Berujung

Dilema yang Tak Berujung
Ilustrasi | Pexels.com/Kat Smith


"Apa pernah merasakan hal-hal yang amat mengecewakan?" Tiba-tiba saja Mika bertanya ketika matahari mulai naik ke permukaan. 

Jessie terdiam ketika itu lalu matanya malah menyapu setiap yang ada di depannya, sedangkan Mika masih istiqomah menunggu jawaban untuk pertanyaannya itu.

Banyak hal yang sedang dirasakan oleh Jessie sehingga ia sendiri sangat malas untuk menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh Mika itu. Mentari pun semakin merangkak naik saja, sedangkan Jessie merasakan bahwa hatinya masih terasa tak karuan. 

"Gimana, apa jawabanmu?" tanya Mika lagi untuk mencari jawaban apa yang akan dilemparkan oleh Jessie kepadanya.

"Tak ada jawaban untuk pertanyaan semacam itu!" tegas Jessie dengan kedua matanya melotot tajam.

Mika pun tersentak kaget ketika mendengar perkataan itu. Kemudian, ia menggeleng-gelengkan kepala tanda tak percaya bahwa kata seperti itulah yang malah keluar dari mulut sahabatnya itu. Jessie pun melangkahkan kakinya untuk mendekat ke balik jendela lalu memandang area sekitar halaman kantornya. Bahkan, wanita yang sering dinilai tegas oleh kebanyakan orang itu pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat halaman kantornya itu.

Pada hal lain, Jessie terus berpikir antara lanjut atau keluar dari pekerjaannya. Ia bagaikan orang yang bodoh kalau sedang berpikir semacam itu. Bahkan, hal-hal yang lain pun tampak tak bisa digambarkan lagi dalam kertas putih ataupun kosong lainnya.



"Kulihat kamu itu sedang tak baik-baik saja," ucap Mika yang berada di samping Jessie. 

Wanita yang berusia 25 tahun itu menunduk lalu menyisir rambut panjangnya menggunakan jari-jari tangan kanannya. Kemudian, Jessie pun memalingkan wajahnya ke arah Mika dengan tatapan yang dalam sambil berkata, "Aku ini sedang merasakan dilema yang tak berujung."

Kegalauan yang terasa oleh Jessie itu tampak jelas menyerang pikirannya, sedangkan Mika malah mengerutkan kening tanda ia begitu tak percaya dengan omongan yang dikeluarkan oleh sahabatnya itu. 

Kemudian, Jessie melangkahkan kakinya untuk berjalan ke sana-kemari seperti setrikaan. Bahkan sesekali, ia malah mengetuk-ngetuk kepala menggunakan jari tangan kanannya seperti orang yang sedang berpikir berat.

"Sedang dilema apa, sih? Diputuskan oleh pacar atau apa, nih?" tanya Mika tanpa ba-bi-bu lagi.

"Ada, lah. Dilema yang aku rasakan ini, rasanya sangat sulit untuk diceritakan," jawab Jessie dengan tatapan yang nanar.


***


Pada suatu malam, Jessie meratapi semua hal yang berada di dalam kepalanya. Kemudian, wanita yang berwajah cantik itu malah menangis lalu duduk di sudut kamarnya. Wajahnya tampak suram! Bahkan, rambutnya pun sudah tak beraturan lagi, sedangkan air matanya terus keluar.

"Aaa ...!!!" teriak Jessie di sudut kamar sambil kedua tangannya memegang kepala.

Dalam ratapan kesedihan, Jessie pun merasakan bahwa kehidupannya serasa tak adil. Bahkan, ia sendiri terlihat begitu kacau; menangis di pojokan kamar. 

"Aku tak bisa seperti ini terus!" teriak wanita yang sedang dilema itu menggelegar kamar. 

Sontak saja, ibunya yang berada di luar kamar pun mendengarnya. Kemudian, ibunya itu langsung mengetuk-ngetuk pintu kamar Jessie dengan bertanya, "Jess, kamu kenapa? Ini mamah, ayo buka pintunya!"

Jessie pun tak mengindahkan perkataan yang dilemparkan oleh ibunya itu. Kemudian, ibunya pun menggeleng-gelengkan kepala tanda tak mengerti dan sulit memahami apa yang sedang menghantui anak semata wayangnya itu.

"Hmmm. Jangan dekati aku. Pergilah, kau! Pergilah, kau!" teriak Jessie kembali dengan kedua kakinya menendang-nendang angin.

Ibunya pun tersentak kaget ketika mendengar perkataan itu. Bahkan, wanita yang berusia 45 tahun itu begitu tak percaya bahwa Jessie menyebut dirinya dengan sebutan 'kau'. Namun di lain sisi, ibunya masih penasaran dengan apa yang sedang terjadi kepada putrinya itu. 

"Jess, pintunya buka, dong! Ini mamah mau bicara, loh!" Sekali lagi ibunya mencoba untuk membujuk Jessie agar bisa membukakan pintu kamarnya.

"Mah, jangan ganggu aku dulu, ya!" teriak Jessie menggelegar, "aku sedang ingin sendiri dulu, Mah," tambahnya secara jelas.

Ibunya pun langsung menunduk lalu memijat-mijat keningnya. Kemudian, wanita itu terlihat sedih juga ketika mendengar perkataan putrinya yang tak ingin diganggu. Setelahnya, ia malah menafsirkan bahwa putrinya itu sedang tak baik-baik saja dan mungkin semua itu efek dari pekerjaan di kantornya.



Dalam perjalanannya waktu, dilema itu semakin terasa oleh Jessie. Bahkan, hal-hal yang merusak kehidupannya pun semakin jelas saja terpampang di dalam kamar. Namun, Jessie pun masih belum bisa mengontrol emosi dan rasa lain yang berada di hatinya; ia kacau seperti orang yang sudah hancur berantakan.

Bahkan, dilema itu semakin masuk lebih dalam lagi ke dalam jiwa Jessie dan wanita itu tak bisa untuk meredam atau menahannya. Ia bagaikan bunga yang sudah layu; tak ada keindahan, bahkan tak ada kesempurnaan yang bisa dinikmati. 

Dilema yang tak berujung itu benar-benar membuat Jessie tenggelam oleh kesuraman yang melanda. Jessie pun menangis dan menangis memikirkan apa yang berada di dalam kepalanya, sedangkan ibunya sudah tak berdiri lagi di pintu kamarnya. 

Langit-langit kamar pun sudah terlihat mendung, Jessie melihat semua itu dengan tatapan nanar. Bahkan, ia sendiri sedikit mengerutkan kening lalu kedua tangannya mengusap air mata yang sudah menciptakan danau di wajahnya. Kemudian, ia sendiri berujar, langit-langit kamar sudah tak berwarna, hati pun tak karuan, tapi sampai kapan dilema ini menghantui pikiran?[]


2023

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN