Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Sejarah Singkat Candi Cangkuang Garut

Sejarah Singkat Candi Cangkuang Garut
Foto: Candi Cangkuang/Wikipedia


B
anyak orang yang mungkin hanya mengenal Garut itu dari dodolnya ataupun keelokan dombanya saja!
Akan tetapi, Garut ini menjadi salah satu tempat yang di dalamnya banyak sejarah. Kemudian, sejarah itu pun bisa dinikmati atau diketahui sampai sekarang. Hal yang menarik dari sejarah itu adalah adanya sebuah candi, yaitu Candi Cangkuang

Candi Cangkuang pun menjadi salah satu bukti bahwa sejarah itu benar-benar ada. Kemudian, mungkin masih banyak yang belum mengetahui bahwa di Jawa Barat itu ada juga sebuah candi. Kemudian, candi itu terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Tak hanya itu saja! Namun, Desa Cangkuang ini pun letaknya dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung Guntur.


Kenapa dinamakan Candi Cangkuang? 


Pertanyaan semacam itu pun menjadi salah satu pertanyaan yang menarik untuk dijawab! Kemudian, nama Candi Cangkuang diambil dari nama tempat berdirinya candi ini, yaitu Cangkuang yang kata Cangkuang itu adalah nama tanaman sejenis pandan (pandanus furcatus). Tanaman itu pun banyak terdapat di sekitaran makam Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur Kampung Pulo.

Cangkuang sendiri biasanya bisa dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar, dan pembungkus gula aren. Namun, salah satu keunikan lagi yang berada di candi ini, ialah letaknya berada di tengah danau atau situ. Oleh karena itu, jikalau ingin mencapai tempat tersebut harus menggunakan rakit. Kemudian, di pulau itu pun bukanlah hanya ada candi saja! Akan tetapi, ada juga pemukiman adat Kampung Pulo yang menjadi bagian kawasan cagar budaya. 


Kapan Candi Cangkuang ditemukan? 


Candi ini tak langsung ditemukan begitu saja! Akan tetapi, berkat salah satu laporan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genotschap terbitan tahun 1893 mengenai adanya sebuah arca yang rusak serta makam kuno di Kampung Pulo, Leles. Oleh karena itu, Candi Cangkuang pun ditemukan kembali pada tanggal 9 Desember 1966 oleh Tim Sejarah Leles. Kemudian, tim penelitian itu pun disponsori oleh Bapak Idji Hatadji (CV. Haruman) ini diketuai oleh Prof. Harsoyo, Uka Tjandrasasmita (ketua penelitian sejarah Islam dan lembaga kepurbakalaan), dan mahasiswa dari IKIP Bandung.



Namun, harus bisa dipahami bahwa pada penelitian awal itu pun terlihat adanya batuan yang merupakan reruntuhan bangunan candi dan di sampingnya ada sebuah makam kuno. Kemudian, di tempat itu pun terlihat adanya arca Syiwa di tengah reruntuhan bangunan tersebut. Selain menemukan reruntuhan candi, terdapat pula serpihan pisau dan batu-batu besar yang diperkirakan merupakan peninggalan zaman megalitikum. Oleh karena itu, sejarah di tempat itu pun bisa dikatakan banyak sehingga akan sangat indah kalau mampu diketahui untuk menambah wawasan ke depannya. 

Kemudian, penelitian selanjutnya pun dilakukan sehingga pada tahun 1967–1968 berhasil menggali bangunan makam. Candi ini pun hampir dipastikan merupakan peninggalan agama Hindu (kira-kira abad ke-8 M, satu zaman dengan candi-candi di situs Batujaya dan Cibuaya). Namun, salah satu hal yang mungkin mengherankan banyak orang itu, yaitu adanya pemakaman Islam di sampingnya. Tak hanya sampai situ saja! Namun, dengan ditemukannya batu-batu andesit yang berbentuk balok maka tim penelitian yang dipimpin oleh Tjandrasasmita merasa yakin bahwa di tempat itu ada candinya. 


Foto: Candi Cangkuang/ Google


Kemudian, keyakinan itu bisa dikatakan mencapai keberhasilan karena sewaktu penggalian di dekat makam Arief Muhammad itu mencapai titik temunya, yaitu tim penelitian pun menemukan fondasi candi berukuran 4,5 kali 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya yang berserakan. Hal semacam itulah yang membuat Tim Sejarah dan Lembaga Keperbukalaan segera melaksanakan penelitian lebih dalam di daerah tersebut. 

Penelitian di daerah tersebut pun bisa dikatakan sangat memerlukan waktu yang panjang karena sampai tahun 1968 pun penelitian masih berlangsung. Kemudian, barulah pada tahun 1974–1975 pemugaran candi ini dimulai dan pada tahun 1976 pelaksanaan rekonstruksi dilaksanakan yang meliputi kerangka badan, atap, dan patung Syiwa serta joglo museum. 

Kemudian, harus bisa diketahui juga bahwa dalam pelaksanaan pemugaran pada tahun 1974 ditemukan kembali batu candi yang merupakan bagian-bagian dari kaki candi. Namun, salah satu kendala pun muncul sewaktu itu, yaitu pada saat rekonstruksi karena batuan candi yang ditemukannya hanya sekitar 40% dari aslinya. Oleh karena itu, batu yang asli untuk digunakan merekonstruksi candi itu hanya 40% dan selebihnya dibuat dengan adukan semen, batu koral, pasir, dan besi. 



Menurut para ahli pun menduga bahwa Candi Cangkuang didirikan pada abad ke-8 didasarkan pada kelapukan batuannya dan tak ada relief atau bangunannya yang hanya sederhana. Kemudian, candi ini pun menjadi candi yang pertama dipugar dan juga untuk mengisi kekosongan sejarah antara Purnawarman dan Pajajaran. 



Setelah itu, Candi Cangkuang yang bisa dinikmati sekarang ini berarti hasil pemugaran dan menyesuaikan dengan keadaan alamnya. Kemudian, tinggi bangunannya sampai ke puncak atap adalah 8,5 meter, sedangkan tubuh candi berdiri di atas kaki berdenah bujur sangkar berukuran 4,5 meter kali 4,5 meter. Atapnya pun bersusun-susun membentuk piramid dan di sepanjang susunanya itu dihiasi mahkota-mahkota kecil. 

Bagunan ini pun mempunyai pintu untuk masuk ke bagian dalam tubuh candi dan letaknya di sebelah timur. Kemudian, pintu tersebut diapit oleh dinding yang membentuk bingkai pintu dan untuk mencapai pintu tersebut terdapat selebar sekitar 75 sentimeter serta tinggi satu meter. Tak hanya itu saja! Namun, dalam candi pun terdapat ruangan seluas 2,2 m² dengan tinggi 3,38 meter lalu di tengah ruangan terdapat arca Syiwa setinggi 62 sentimeter. Saat ini pun di ambang pintu masuk ke ruangan tersebut telah dipasang pintu berterali besi yang terkunci dan konon tepat di bawah patung terdapat lubang sedalam tujuh meter. Namun, hal tersebut belum bisa dibuktikan karena para pengunjung pun tak diperkenankan untuk masuk ke dalamnya. 

Tentu dalam hal ini, sesuatu sejarah pun tercipta! Oleh karena itu, Garut pun tak hanya dikenal dengan kenikmatan dodolnya ataupun keelokan dombanya saja! Akan tetapi, ada sejarah candi yang terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, yaitu Candi Cangkuang.[]

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Mari Berkenalan dengan Gurita Teleskop, Penghuni Laut Dalam!

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca