Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Melukis, Kopi, dan Secarik Kertas


Di antara malam, aku menikmati kerinduan maka hal semacam itulah yang selalu ingin kutenggelamkan. Namun, hal semacam itu pun tak pernah berhasil ataupun aku selalu gagal dalam menenggelamkan kerinduan yang ada di dalam hati ini. Melukis. Melukis adalah salah satu jalan yang bisa aku lakukan untuk mencoba agar tak terus-menerus pikiran ini dibayangi oleh dirimu saja!

Namun, alangkah sialnya aku malah mengingat kembali tentang kita yang sewaktu dulu, nyaman sekali aku melukiskan wajahmu. Hal semacam itu pun menjadi salah satu peristiwa yang sulit untuk dilupakan. Di depan beranda rumah, aku mencoba kembali untuk bisa melukiskan apa yang ada di dalam otak. Kemudian, hal semacam itulah yang menjadikan aku terdiam dan mengingat terus harus memulai dari mana lagi untuk melukiskan dirimu! 

Secarik kertas yang dulu kau pernah berikan kepadaku ini menjadi salah satu jalan agar bisa melukiskan dirimu lagi. Aku mulai dengan ide-ide yang terbaca dari secarik kertas ini. Kemudian, hal semacam itu pun menjadi salah satu momen yang sedikit membangkitkan lagi hati tentang dirimu ini. Namun, melukis pun harus senantiasa aku lanjutkan agar kerinduan ini tak terus-menerus membayangi pikiran.

"Kenapa melukiskan wanita itu lagi?" tanya Andi, temanku yang selalu setia menemani di kala apa pun. 

"Karena wanita itu sudah seperti menyatu di dalam diri ini. Aku sangat sulit melupakannya. Bahkan, untuk menenggelamkannya pun sangat sulit!" jawabku sambil menyuruput kopi hitam yang uapnya sudah tak terlihat mengepul lagi.

"Apakah mencintai itu seperti itu?"

"Mungkin, seperti itu! Sebab, cinta itu sangat sulit untuk digambarkan, apalagi untuk diungkapkan karena selalu mengikuti arus dan sulit untuk ditebak!" 



Andi terdiam dan sepertinya sedang berpikir tentang jawaban yang aku berikan itu.

Aku pun melanjutkan melukis dan sudah berhasil sedikit demi sedikit melukiskan wajahmu. Namun, aku pun menggelengkan kepala karena masih kedua mata dan hidung saja yang sudah tertera. Kemudian, aku pun menyeruput kopi lagi dan berharap, inspirasi itu segera muncul agar senantiasa bisa cepat untuk menyelesaikan karya ini.

Secarik kertas, aku buka lagi dan mengingat kembali apa yang telah dibaca. Kemudian, aku pun terdiam seperti patung untuk membayangkan kejadian yang sesuai dengan isi secarik kertas ini. Aku pun sungguh dibuat berhalusinasi agar karya lukis ini bisa selesai dan sesuai dengan apa yang tertulis di secarik kertas ini.

"Kenapa terdiam?" tanya Andi, kedua jari tangannya mengapit rokok yang tak terbakar. "Bukannya sedang melukis?" lanjutnya bertanya sambil duduk santai di kursi beranda rumah.

"Aku sedang membayangkan apa yang pernah terjadi di kertas ini," jawabku sambil menunjukkannya. 

"Ah, kertas usang gitu masih saja kau pikirkan!" 

Aku pun tak bisa berkata-kata lagi karena memang ada benarnya juga bahwa menurut Andi itu. Namun, pernyataan semacam itu pun sangat belum pas dengan pikiran ini yang melukis saja malah terasa sulit. Hmm, aku benar-benar dibuat bingung dan sepertinya terjebak di dalam jurang yang paling dalam.

Secangkir kopi ini malah menjadi minuman biasa saja yang tak berefek untuk mengeluarkan sebuah inspirasi atau apa pun. Kemudian, lukisan yang aku lukis pun tak berjalan lagi dan malah hanya bisa sampai ke bagian wajah yang belum sempurna. Aku pun benar-benar dibuat bingung dengan apa yang terjadi di kertas ini. 

Secarik kertas yang rangkaian kata-katanya itu begitu indah dan sangat romantis pun benar-benar membuat aku tak bisa apa-apa. Rangkaian yang mungkin saja kau buat ketika malam dan kerinduan itu sedang melandamu sehingga keromantisan itu pun begitu tercipta. Aku malah semakin terdiam ketika membaca kalimat per kalimat yang masih terlihat jelas walaupun kertasnya sudah mulai menguning.

Melukis pun menjadi salah satu pekerjaan yang sulit diselesaikan di waktu ketika aku membaca secarik kertas darimu ini. Kemudian, udara di beranda rumah pun semakin dingin saja sehingga berhasil masuk ke celah-celah kemeja yang aku pakai. Aku pun benar-benar dingin dan langsung saja sangat malas melanjutkan lagi membaca semua isi yang tertulis di secarik kertas ini.

Proses kehidupan yang membuatku terasa sulit untuk bisa dinikmati! Bahkan rasanya, kedukaan terus yang selalu datang sehingga tubuh ini seperti terjerembab dan sulit untuk melangkah. Kadang aku berpikir, tentang indahnya dunia yang belum bisa tergapai! Tentang indahnya cinta yang belum bisa tercapai! Tentang semua hal yang menyangkut kebahagiaan di dunia! Namun, semua itu pun malah menjadi problem yang merusak pikiran hingga seperti ditusuk-tusuk oleh jarum; sakit.

Andaikan fenomena atau kejadian yang terjadi di dunia ini bisa diulang, mungkin aku ingin kembali lagi dan tak ingin menerima secarik kertas yang isinya adalah kerinduanmu. Namun, entahlah! Semua kejadian itu sudah sulit untuk dikembalikan! Bahkan, untuk sekadar dihapus pun sangat sulit! Diri ini pun sudah seperti tak berdaya ketika rangkaian kata-kata itu dibaca dan sulit juga untuk menggambarkan kenyataan yang aku terima ini!

"Aku tahu bahwa kau ini sedang merindu, kan?" tanya Andi di sela-sela keheningan yang terasa di dalam beranda rumah. 



Aku pun hanya tersenyum dan mungkin saja semua itu bisa memastikan bahwa Andi juga mengerti tentang diriku. Namun, malah sangat berbanding terbalik dengan apa yang dipikirkan oleh diriku, yaitu Andi pun malah kembali bertanya, "Kau, ini sedang merindu?" Kedua matanya pun malah melotot tajam sehingga terlihat sangat serius memandang diriku.

Aku tak bisa menjawabnya dengan kata-kata yang harus keluar dari mulut ini. Kemudian, suasana pun malah menjadi hening dan Andi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala yang mungkin saja dirinya merasa aneh ketika melihat diriku. Namun, keadaan di beranda rumah pun masih terasa dingin dan udara malam pun semakin menusuk saja hingga masuk ke pori-pori tubuh ini. Entahlah!!!

Sewaktu membaca lagi secarik kertas ini, rangkaian kata-katanya itu penuh oleh metafora. Dan mungkin saja, seketika itu kau ingin menutupi bahwa sedang merindu. Namun, hal semacam itu pun tak membuatku kesulitan untuk memahami apa yang kau tulis hingga akhirnya bayang-bayang dirimu itu malah menyerang pikiran ini. Kemudian, salah satu keanehan itu pun malah muncul yang terus memberikan tanya, kenapa bayanganmu malah menyerang pikiran? Entahlah, aku pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja!

Pikiran yang menumpuk di dalam otak ini, malah menjadi salah satu musibah karena aku hanya mendapatkan kesulitan saja ketika mau melukiskan dirimu. Kemudian, lukisan itu pun hanya menjadi angan-angan saja karena aku harus menyerah di kala lukisan itu belum selesai. Duh, secarik kertas ini benar-benar membuat aku tak bisa apa-apa karena kekuatan metafora-metaforanya itu berhasil menusuk hati hingga membuatku tak bisa berdaya lagi.[]


2022

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN