Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Pohon yang Tua


Ada benarnya perjalanan pohon itu seperti manusia yang dari kecil sampai tua dan lainnya. Pohon pun memerlukan siraman yang harus senantiasa menjadi sumber kehidupan dan semua itu hampir sama dengan manusia. Zainal terdiam ketika melihat pohon yang ada di halaman rumah orang tuanya itu menua. Namun, ia pun sedikit paham bahwa perubahan akan terjadi dan itu berlaku untuk semua yang ada di dunia ini. 

"Sedang apa, Nal?" tanya ayahnya yang berdiri di depan pintu kayu jati. 

"Sedang memandang," jawab Zainal yang sangat santai. 

"Seperti itu, kah?"

"Iya, memandang pohon yang ada di pojok sana!" Lelaki berusia 24 tahun itu menunjuk salah satu sudut halaman rumah orang tuanya.

"Oh, itu!" Ayahnya itu menganguk-ngangguk lalu kembali berkata, "Emang, pohon itu sudah tua, Nal!"

Halaman di pagi cukup berwarna karena cuacanya sangat bagus. Kemudian, oksigen pun terasa bersih, sedangkan burung-burung yang dimiliki oleh ayahnya Zainal pun sangat ramai. Hal semacam itu pun yang menjadikan ia sangat menyukai tempat orang tuanya daripada tempat lainnya. Semua itu pun menjadi suatu perbandingan yang Zainal bandingkan ketika berkunjung ke orang tuanya maka ia selalu membandingkan daerah kota dan daerah orang tuanya. 

Zainal mulai melihat lebih dekat lagi pohon yang tua itu, akar-akarnya sudah mulai keluar dan sangat terlihat naik dari tanah. Kemudian, daun-daun dan batangnya sudah mulai mengering seperti orang tua yang sudah mengerut kulit-kulitnya. Namun, ada juga salah satu tapak yang harus diingat, pohon yang tua itu sudah tak terlihat indah lagi. 



Mungkin, semua itu adalah faktor proses yang mana dari muda ke tua dan hampir sama dengan manusia. Oleh karena itu, hal itu pun harus menjadi salah satu pembelajaran yang berharga. Zainal mengingat kembali salah satu kalimat yang ia baca ketika duduk di halaman rumah, yaitu manusia itu seperti pohon yang tinggi gagah lalu ambruk. Sampai akhirnya, ia pun bisa paham dengan kalimat yang dibacanya itu sekarang.

"Bagaimana Nal, pohon itu?" tanya ayahnya ketika Zainal kembali mau duduk di beranda rumah. 

"Pohon itu sudah tua, Pak," jawab Zainal dengan wajah santainya. 

"Seperti itulah kehidupan!" 

"Kehidupan apa, Pak?"

"Kehidupan yang ada di dunia, lah!" Ayahnya pun langsung melenggang masuk ke dalam rumah saja. 

Zainal jadi seperti mendapatkan sebuah teka-teki yang harus dipecahkan ketika ayahnya menyebutkan, kehidupan di dunia ini. Lelaki yang berperawakan tinggi 180 sentimeter pun merenung mencoba untuk memikirkannya. Kemudian, ia pun beranjak kembali dari tempat duduknya dan berdiri tepat di samping tiang penyangga beranda rumahnya, sedangkan tangan kanannya malah mengetuk-ngetuk kepala seperti orang yang sedang pusing tujuh keliling saja.

Momen seperti itu menjadi sebuah momen yang menurutnya sangat kebingungan karena seperti mendapatkan jawaban tanda tanya dari ayahnya. Kemudian, ia mencoba berjalan-berjalan di halaman rumah yang tak luas-luas amat, tapi sangat nyaman untuk dipakai jalan-jalan. Bahkan, sewaktu berjalan pun ia merasakan kebingungan yang berjalan atau sakit yang berjalan karena berjalan sambil memikirkan hal jawaban dari ayahnya itu.

Sewaktu berjalan-jalan di halaman rumah, Zainal terhenti sejenak ketika melihat bunga mawar yang mekar. Ia pun malah membandingkan dengan pohon yang tua di pojokan. Dan semua itu, malah menjadikannya perbedaan yang nyata karena perbedaanya begitu nyata. Kemudian, hal-hal yang bersifat kehidupan pun ia mulai pahami dengan sedikit demi sedikit.

Zainal memandang sekitar bahwa ia sedikit paham apa yang dimaksud dengan perkataan ayahnya itu. Kemudian, ia mempunyai pandangan bahwa ada benarnya bahwa kehidupan di dunia selalu berputar dan semua itu tak akan kekal. Maka oleh itu, semua kehidupan pun ada muda dan ada tua, ada hidup dan mati. Kemudian, lelaki yang suka memakai kemeja itu pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah orang tuanya tanpa ba-bi-bu lagi.


***


Sewaktu pagi, Zainal berjalan-berjalan kembali dengan santainya sampai menerobos gang-gang kecil tempat tinggal ayahnya. Ia pun melihat ada seorang lelaki tua yang sedang menyiram pohon yang ada di halamannya. Lelaki itu berambut perak dan kulit wajahnya sudah mengerut, sedangkan kakinya pun masih terlihat kuat menahan beban tubuhnya. Zainal mencoba mendekatinya lalu bertanya, "Sedang apa, Kek?" 

Lelaki tua itu tampak kaget ketika mendengar pertanyaan Zainal yang terkesan cepat itu. Namun, Zainal hanya tersenyum saja tanpa merasa ada yang salah. 

"Ini lagi nyiram, Jang," jawab si kakek itu dengan tangan kanan masih saja memegang gayung.

"Nyiram pohon mana?" 

"Ini yang ini!" Kakek itu sambil menunjuk pohon yang tingginya kurang lebih satu meter setengah itu. 

"Pohon ini?!" tanya Zainal untuk memastikanya. 

Kakek itu hanya mengangguk saja. Kemudian, Zainal pun tampak melongo karena ia melihat pohon yang sedang disiram oleh kakek itu sudah tua.



Zainal terdiam sebentar lalu ia pun mencoba memikirkan hal semacam itu karena kenapa bisa terjadi. Sebab menurutnya, pohon itu sudah tua dan kering, tapi kenapa masih harus disiram? Pertanyaan semacam itu pun menjadi salah satu pertanyaan baru lagi yang muncul di dalam kepalanya. Hal semacam itu pun menjadi salah satu fenomena yang baru ia lihat. 

"Kek, kenapa masih harus disiram?" Zainal pun memberanikan untuk bertanya daripada ia terus-menerus berpikir tanpa ada jawaban yang pasti.

"Karena kenangan di sini banyak, Jang," jawab si kakek itu dengan mimik wajah seperti ada yang ditahan itu. 

"Kenangan?" 

"Ya, kenangan bersama pohon ini sangat banyak?" 

"Apakah aku boleh tahu kenangan apa sih, Kek?" 

"Pohon ini adalah pohon kenangan yang dulu ditanamnya oleh kakek dan istri kakek sewaktu baru pindah ke rumah ini!" 

Jawaban seperti itu pun adalah jawaban tegas bagi Zainal karena ia bisa memahami bahwa kenangan itu harus dijaga. Oleh karena itu, Zainal pun memahami kenapa kakek yang ia baru lihat itu tampak aneh ketika pertama kali dilihatnya. Namun, setelah ia bertanya dan bertanya pun akhirnya mendapatkan kesimpulan bahwa pohon yang tua itu adalah pohon kenangan. Dan, masih mungkin juga pohon tua yang ada di pojokan rumah orang tuanya itu pun adalah pohon kenangan antara ayahnya dan ibunya sewaktu pertama kali pindah ke tempat itu.[]


2022

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN