Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Hidup Tak Sesuai Harapan


Setiap momen, pasti ada masanya! Setiap langkah, pasti ada capainya! Setiap ucapan, pasti ada berhentinya. Oleh karena itu, hidup itu seperti keping-keping yang selalu bergerak dan berkumpul untuk menjadi salah satu alasan nyata untuk berjuang! Kemudian, Mail pun terdiam ketika memikirkan hal yang menyakut kehidupan karena setiap hari pikirannya itu selalu berputar-putar di dalam kepala.

Mail benar-benar terdiam seperti paku yang menancap kepada tembok, lalu ia hanya bisa mengeluarkan senyum untuk mengaburkan kegalauannya. Entah, sampai kapan seperti ini? Tanyanya di kala kabut di luaran rumah malah terlihat jelas oleh kedua mata telanjangnya. Setelah itu, kedua matanya malah mengeluarkan air yang entahlah karena apa ia bisa menangis lalu seperti terpukul oleh kegalauannya.

Kegalauan yang diciptakan oleh kerinduan sehingga langit-langit di kepalanya malah menjadi kacau. Oleh karena itu, harapan yang dipupuknya pun seperti hilang dan sulit untuk bisa bangkit lagi. Mail benar-benar menangis di pojokan kamarnya lalu tangannya pun malah bergetar. Ia tak paham dengan kehidupan! Ia merasa bahwa kehidupan yang dialaminya itu tak adil! Ia pun sulit untuk berkata-kata lagi sehingga kata-kata itu seperti terborgol dan tak bisa lepas begitu saja!



"Il, jangan menangis terus!" pinta ibunya yang mencoba untuk menenangkan Mail. 

"Tapi, ...." Mail pun masih sulit untuk menghentikan tangisan itu hingga ia pun malah sesegukan. 

"Kehidupan itu ada masanya, Il," kata ibunya dengan lembut. 

"Tapi, ...." Mail malah semakin menangis hingga kedua tangannya menutupi wajah. 

Ibunya pun terdiam, sedangkan Mail masih menangis hingga sangat sulit untuk ditenangkan; tangisannya malah semakin kecang!

Problema seperti itu menjadi salah satu serangan yang terus diterima oleh Mail, sampai ia tak bisa melihat indahnya dunia. Bahkan, indahnya kehidupan di pagi hari pun sudah sangat jarang ia nikmati. Saban hari, merenung! Saban hari, menangis! Saban hari, terpukul oleh duniawi yang tak sesuai harapannya! Sampai-sampai, ia malah sering mengurung diri di dalam kamar karena pikirannya yang kacau dan berantakan itu.

Pagi yang indah, tapi tak kelihatan indah oleh Mail itu menjadi salah satu problema mendalam. Kemudian, kabut yang menyerang itu hanyalah menjadi kekosongan yang ia lihat. Mail benar-benar tak bisa mendeskripsikan indahnya dunia! Mail benar-benar termenung di kala ia berhasil untuk berhenti menangis. Setelah itu, ia mencari pikirannya agar bisa sejalan dengan isi hatinya! Setelah itu, ia mencari kepahaman agar bisa memahami isi hatinya! Kemudian, ia tergolek lemas tak berdaya di ranjang kamarnya dengan kedua tangan menempel pada dadanya.

Setelah beberapa menit kemudian, Mail bangkit dan berjalan ke arah luar rumah. Setelah itu, ia mencoba untuk melihat dunia yang menurut orang-orang itu indah. Namun, Mail malah terpaku di luaran rumah, dahinya mengerut seperti orang yang sedang mikir, dan mulutnya pun tak bisa berkata-kata lagi!

Mail tepekur melihat semua tampilan yang ada di dunia ini! Kemudian, ia memandang langit! Memandang pohon-pohon. Memandang jalan. Semua itu pun ia pandang dengan mata yang telanjang, sedangkan dadanya masih naik turun saja. Mail pun berkata, semua ini serasa biasa saja! Perkataan semacam itu pun menjadi salah satu pembeda dengan ucapan yang sering diucapkan oleh orang-orang.

"Ada apa diam waé?!" Ayahnya pun mengangetkan Mail dengan menepuk pundaknya. 

Mail memalingkan wajah dengan mengerutkan dahi lalu menjawab, "Tak apa-apa." 



Lelaki itu pun langsung meninggalkan ayahnya di beranda rumah. Kemudian, ia masuk kembali ke dalam rumah dengan rasa yang tak begitu istimewa ketika sudah melihat dunia di luaran sana. Lelaki itu pun berjalan dengan langkah kaki yang cepat dan mungkin saja sangat kesal karena semua rasa di hatinya itu sulit untuk pergi.

Indahnya dunia yang sering digambarkan oleh kebanyakan orang itu tak sama sekali membuat hatinya Mail berubah. Ia malah semakin tenggelam oleh kegalauan yang mendalam. Kemudian, lelaki yang sudah berada di dalam kamarnya itu hanya bisa menatap foto-foto semasa dulu kala. Semasa ia berada di titik paling tinggi, tapi sekarang ini, malah sebaliknya. Ia menangis. Ia kecewa dengan orang-orang sekitaranya. Ia pun selalu menyalahkan diri sendiri. Ia pun sudah seperti orang yang tak tahu arah untuk hidup.

Mail berdiri di belakang jendela kamarnya lalu ia melihat bunga layu yang ada di luaran sana. Ia pun sungguh tak bisa berkata-kata lagi karena pikirannya malah berpikir, hidup itu sudah seperti bunga. Namun, semua itu pun selalu berbeda pandangan dengan orang tuanya, yaitu hidup itu selalu bergerak. Kemudian, Mail berdiam diri di dalam kamar, sambil sesekali melukiskan kesedihannya di kanvas kosong dengan dibarengi air mata yang selalu jatuh membasahi wajahnya; ia sedih.[]


2022

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN