Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Angka-Angka yang Rumit


Madi tertunduk lesu setelah melihat angka-angka yang sudah tak beraturan. Ia melihat angka satu berada di kolong ranjang lalu angka-angka yang lainnya malah berceceran ke mana-mana. Madi pun hanya bisa berpasrah diri karena ia merasakan tak akan mampu untuk merapikan angka-angka yang terlihat rumit itu. 

"Kenapa angka-angka itu bisa berceceran?" tanya Madi kepada Asih, istrinya. 

"Entahlah! Aku sendiri hanya melihat angka-angka itu sudah berloncat-loncat saja," jawab wanita yang selama tujuh tahun terakhir itu selalu menemaninya. 

Madi semakin tak karuan saja, pikirannya melayang mencari-cari jawaban kenapa angka-angka itu bisa meloncat-loncat. Kemudian, ia pun malah mengetuk-ngetuk kepalanya yang sudah seperti orang kebingungan saja. Namun, sangat berbanding terbalik dengan yang dialami oleh Asih karena ia merasa bersyukur angka-angka itu meloncat-loncat. 

Bukan tanpa sebab bahwa Asih mempunyai penilaian sendiri tentang angka-angka yang selalu dipakai oleh suaminya itu. Kemudian, pas saat angka-angka itu menjadi rumit pun ia bahagia karena mungkin dengan itulah suaminya bisa berhenti untuk main angka. 

Wanita yang berumur sekitaran tiga puluh tahun itu pun tersenyum dalam hati, sedangkan suaminya malah kocar-kacir karena melihat angka-angkanya yang berceceran. Wanita yang mempunyai rambut sebahu itu pun sangat paham bahwa main angka itu bisa mengakibatkan musibah bagi keluarganya. Nah, hal semacam itulah yang tak ingin dialami oleh dirinya sehingga angka-angka yang berceceran itu ia anggap suatu rasa syukur yang amat mendalam. 



Banyak juga para ustaz yang berceramah di masjid-masjid bahwa angka yang dimainkan untuk judi itu tak diperbolehkan menurut agama. Oleh karena itu, hal semacam itu menjadikan Asih berpegang teguh pada agamanya. Namun, ia sendiri harus senantiasa bersabar karena setiap kali mengingatkan suaminya itu malah dibalas dengan umpatan yang menyayat hati. 

Sekarang, Madi seperti orang linglung karena angka-angka yang selama ini ia siapkan sudah tak beraturan lagi. Ia pun malah meluapkan emosinya ke segala benda yang terletak di dekatnya. Kemudian, semakin berjalannya jarum jam, wajahnya pun tampak memerah, kedua bola matanya melotot tajam, dan kakinya malah menendang-nendang benda yang ada di hadapannya. 

Asih terpaku ketika melihat suaminya itu menendang-nendang benda yang ada di hadapannya. Kemudian, wanita yang mempunyai hidung mancung itu hanya bisa memandang dengan tatapan nanar. Benda-benda pun banyak yang sudah berubah bentuk hingga tak beraturan. Asih hanya bisa pasrah dengan benda-benda yang telah rusak itu. Kemudian, dirinya pun sangat takut untuk bisa menenangkan Madi yang sedang mencapai puncak kemarahan. 

Sebagian angka-angka itu malah terlihat mentertawakan di sudut kamar, sedangkan sebagian lagi malah semakin lari kocar-kacir meninggalkan Madi. Ruangan kamar pun semakin suram ketika sebagian angka-angka itu keluar kocar-kacir. Kemudian, Madi menepuk dahinya dengan tangan kanan serta dibarengi dengan teriakan yang kencang. Alhasil, Asih pun terperanjat kaget ketika suara-suara yang membahana itu menerobos telinganya. 

"Diam!!!" Asih pun memberanikan diri untuk berteriak dengan wajah yang ditutupi dengan kedua tangan. 

Madi pun memalingkan wajahnya lalu kedua bola matanya melotot tajam ke arah Asih, sedangkan suasana di dalam kamar itu sudah tak karuan. Dada lelaki yang berperawakan kekar itu semakin naik turun saja lalu embusan napasnya sudah tak karuan dan langkah kakinya pun terlihat cepat mendekati Asih. 

"Tadi bicara apa?!" tanya Madi yang bersuara keras. 

Asih mendadak menjadi kaku kembali dan ia pun sulit untuk mengeluarkan kata-kata walaupun hanya sedikit pun. 

"Tadi bicara apa?!" Madi semakin memborbardir Asih yang hanya terdiam saja. 

Harus diakui bahwa Madi ini kalau sudah marah, ia menjadi seorang monster yang menakutkan. Oleh karena itu, tak jarang juga Asih hanya terdiam saja ketika suaminya itu sudah mengeluarkan kata-kata dengan nada keras. Kemudian, suasana di dalam kamar pun menjadi suram bagi Asih karena ia pun tak bisa apa-apa, sedangkan benda-benda yang ada di hadapan Madi sudah banyak yang hancur dan berantakan.



Sebagian angka-angka yang sedari tadi mentertawakan pun akhirnya berdiam juga dan seperti sedang ketakutan ketika mendengar suara Madi. Kemudian, sebagian angka-angka itu mulai menjauh sedikit demi sedikit agar tak diketahui oleh Madi. Namun, di lain sisi bahwa sebagian angka-angka lagi sedang menikmati kebebasan. 

Sebagian angka-angka yang sudah bebas dari Madi itu pun sangat bersyukur karena sudah tak usah lagi bermain. Bukan hanya itu saja! Namun, sebagian angka-angka itu malah bersorak-sorai seperti orang-orang yang bebas dari penjajahan. 

Namun, dari indahnya kebahagiaan yang dirasakan oleh sebagian angka-angka itu malah menjadikan Madi tersiksa. Oleh karena itu, hidup Madi pun sudah terlihat tak karuan, sedangkan Asih masih saja sulit untuk bicara walaupun hanya sepatah kata pun. Entahlah! Entahlah, apa yang paling ditakuti oleh Asih itu sehingga ia begitu takut kepada suaminya? 

"Sial!!!" teriak Madi, "gara-gara angka sialan!!!" tambahnya ia semakin berkobar saja kemarahannya. 

Sebagian angka-angka yang tadi mulai menjauh pun akhirnya berhenti kembali dan mereka sangat kompak menututupi wajah dengan tangannya. Kemudian, kedua bola mata Madi malah menyapu setiap inci yang ada di dalam kamar hingga akhirnya ia pun melihat sebagian angka-angka yang mulai menjauh. Sial, katanya lalu mendekati sebagian angka-angka itu. Kemudian, lelaki itu pun akhirnya mengambil kembali sebagian angka-angka dan mulai merapikan kembali untuk siap-siap dipasangkan. 

Asih masih saja berdiam di belakang Madi, ia sudah seperti patung yang tak bisa apa-apa. Kemudian, Madi malah memaksakan memasangkan sebagian angka-angka itu tanpa perhitungan yang tepat. Emosi yang ditampilkan oleh Madi pun sudah terlihat mereda. 

Namun setelah harus menunggu dua jam, ia pun merasakan penyesalan yang mendalam karena memasangkan angka-angka yang tak lengkap. Oleh karena itu, ia pun harus menerima kekalahan yang menyerang dirinya. Kemudian, ia pun malah menjadi seseorang yang pemurung karena semua yang dimilikinya telah hilang.[]


2022

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN