Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Pelampiasan


"Udah beberapa hari, jarang bicara! Ada apa denganmu, ini?" tanya Ibu yang di kala itu saling berhadapan denganku. 

Aku masih sulit untuk mengeluarkan kata-kata. Bahkan, rasanya sangat malas dan lebih enak diam saja daripada kata-kata kasar bisa saja keluar dari mulut ini. Kadang juga aku tak paham dengan kehidupan ini yang serasa tak adil. Namun, harus bagaimana lagi? Apakah aku harus menyalahkan Ibu yang telah melahirkanku ke dunia? Entahlah!

Waktu semakin saja berjalan, tetapi kehidupan ini masih saja tak sesuai apa yang diharapkan olehku. Hmmm. Oleh karena itu, hati ini kadang kesal ataupun ingin marah. Namun, semua itu pun masih saja tak bisa dilepaskan kalau di depan keluarga ataupun di dalam rumah. Aku lebih baik diam! Kemudian, izinkanlah aku diam di antara kesal; marah ini! 

"Akan sampai kapan diam saja!" tanya Ibu yang masih berada di dekatku, "ayolah, cerita sama ibu!" lanjutnya. 

Aku terdiam, benar-benar sulit berbicara seperti ada yang mengganjal saja di tenggorokanku. Kemudian, aku pun berdiri dan langsung saja menjauh dari Ibu. Dalam hati pun bersedih lalu bertanya-tanya, apakah aku sudah berdosa kepada Ibu karena tak menjawab pertanyaannya? Entahlah! Aku tak paham tentang masalah dosa di dunia ini. 



Kemudian, aku pun berjalan ke beranda rumah yang langit pun sudah terlihat menghitam lalu bulan menggantung di sana. Ah, sungguh indah ciptaan Tuhan itu. Aku pun mengucapkan syukur tentang hal semacam itu. Namun, batinku masih terus-menerus saja bergejolak kesal. Entahlah! Harus dengan cara apa aku melepaskan kekesalan ini? 

Ya, kekesalan ini bermula dari bapakmu, Aina. Bermula di kala kamu dijodohkan oleh bapakmu itu. Aku kesal! Aku marah ketika dirimu itu malah dijodohkan dengan lelaki lain. Aku marah, Aina. Namun, harus bagaimana lagi aku berjuang agar perjodohan dirimu itu gagal? Entahlah! Aku hanya bisa menyalahkan dunia ini yang tak adil untukku. 

Setelah beberapa bulan, aku mencoba terus untuk menguatkan diri. Bahkan, mencoba untuk melampiaskan kekesalan ini kepada hal yang mungkin berguna, yaitu menulis dan melukis. Namun, entahlah! Aku merasakan kebodohan yang mendalam karena harus mengalah dengan keadaan hasil ciptaan orang tuamu itu. 

Sekarang aku masih di sini, memulung kenangan kembali untuk dilampiaskan lagi ke dalam tulisan. Ya, walaupun kamu tak akan paham bahwa cinta kepadamu ini mungkin akan mengalahkan luasnya lautan. Kemudian, kenangan-kenangan yang setiap aku temukan pun dikumpulkan dalam sebuah catatan lalu dijadikan sebuah rangkaian cerita. Setelah itu, aku pun berharap bahwa cerita hasil dari kenangan itu bisa terbaca oleh dirimu, Aina. 

Namun sampai sekarang, aku masih saja belum mendengar kabarmu lagi! Hmmm. Apakah kamu baik-baik saja? Ataukah malah sebaliknya? Pertanyaan semacam itulah yang sekarang ada di hati ini. Ya, aku sangat menyadari bahwa cinta itu akan bisa mengalahkan segalanya! Cinta itu bisa membuat bahagia dan sebaliknya! Namun, ada yang lebih besar dari semua itu ialah pengorbanan. 

Dari hal semacam itulah, aku masih berdiri di sini dengan kaki yang masih kuat, mata masih melihat, telinga masih mendengar, dan semua anggota tubuh pun masih lengkap. Namun, pengorbanan untuk dirimu itu harus aku lakukan. Ya, mungkin kamu tak mengetahui di kala malam sebelum perjodohan itu, bapakmu menghubungi diriku lalu kita saling bertemu; saling beradu mata; saling berbicara. Kemudian, aku merasa kesal, kedua tanganku pun mengepal lalu air mata ini menetesi wajah. Apakah kamu ingin tahu apa yang diucapkan oleh bapakmu? 

Ucapan yang dilontarkan oleh bapakmu itu benar-benar sangat menyayat hati ini. Kemudian, seperti inilah beliau itu berucap, "A, tolong jauhi putri bapak, ya!" 

Sewaktu itu pun aku mendadak megerutkan dahi; bingung karena tak biasanya bapakmu ini berbicara semacam itu kepadaku. Kemudian, aku pun bertanya, "Ada masalah, ya, Pak?"



Dari situlah bapakmu menjelaskan panjang lebar bahwa dirimu itu sudah dijodohkan dengan lelaki lain. Hmm. Aku mendadak terdiam lalu dadaku semakin naik turun saja; kesal; marah. Hal semacam itulah yang membuat aku tak bisa apa-apa. Ya, aku pun menyadari bahwa restu orang tualah yang mengahalangi cinta kita agar bisa bersatu.

Sekarang, aku lampiaskan semua kenangan ini di dalam tulisan dan semoga saja kamu bisa membacanya, Aina. Entahlah! Aku pun bingung harus dengan cara apa lagi untuk melupakan cinta pertamaku ini. Bahkan, hampir semua cara pun sudah hampir aku lakukan. Namun, hasilnya masih saja sama, yaitu kenangan itu muncul kembali dan hanya foto dirimulah yang bisa mengobati hati yang galau ini. 

Mungkin bagi sebagian orang, hal semacam ini adalah hal yang paling bodoh. Sebab, banyak wanita lain pun yang bisa saja aku jadikan sebagai pilihan. Namun, inilah masalah rasa; hati yang sulit dibohongi bahwa diriku masih saja menginginkan dirimu lagi.[]

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN