Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Batu dan Uang


Mungkin, banyak orang yang memilih uang daripada batu. Ya, mungkin dengan uanglah semua hal yang ada di dunia ini bisa dibeli. Oleh karena itu, uang menjadi salah satu yang paling dicari di zaman ini. 

Ya, aku masih memandang langit di indahnya cuaca hari ini, udaranya terasa segar lalu orang-orang yang berada di kota ini pun begitu ramah. Salah satu hal semacam itulah yang aku sukai di kota ini. Entahlah! Rasanya sangat berbeda dengan kota-kota besar di luaran sana. Hmm. Indahnya suasana perjalanan dengan alam nan hijau di kanan-kiri, sampai membuyarkan semua kegalauan yang ada di hati ini.

Namun, aku masih bingung dengan orang-orang yang terus tak mementingkan batu untuk alam ini. Entahlah! Apa mungkin mereka itu hanya mementingkan uang saja sehingga mengorbankan batu untuk dihabisi? Entahlah, jawaban apa yang harus diberikan untuk pertanyaan semacam itu? Aku pun hanya bisa berpikir dan berpikir saja seperti orang yang sedang linglung. 

Banyak hal yang aku temui di kota ini, yaitu masih saja terlihat asri walaupun kota lain sudah digempur oleh pembangunan. Namun, kota ini masih dengan prinsipnya, yaitu menjaga lingkungan agar tetap asri. Akan tetapi, kenapa di tempat inilah aku mengingat tentang batu dan uang? 

Memang, kejadian batu dan uang itu berada bukan di kota ini, tetapi semua ini terjadi di kota-kota yang menurut orang-orang itu kota besar. Oleh karena itu, batu dihabisi lalu lahan kosongnya dijadikan bangunan yang tinggi seperti mengejek orang-orang yang kurang mampu. Hal semacam itulah yang membuat diriku ini sangat miris ketika melihatnya. 

Aku masih merasa beruntung berada di kota yang masih asri ini sehingga udara pun belum tercampur dengan polusi. Bukan hanya itu saja! Namun, sangat indah rasanya bisa memandang hijaunya tanaman, jalanan, dan masih banyak hal lainnya yang tak bisa dilukiskan oleh apa pun. 

Aku masih di perjalanan sambil menikmati setiap jengkal indahnya suasana alam yang segar ini. Kemudian, temanku bertanya, "A, apakah suasana di kota ini, berbeda dengan kota lain?" 

Tak panjang lebar lagi aku menjawab, "Iya, sangat berbeda." 

Kemudian, mobil yang kukendari pun melaju lagi hingga keempat bannya berpusing-pusing di jalanan. Sungguh, nikmat sekali perjalanan ini melewati deretan sawah yang menghiasi setiap sudut tempat. 



Hari ini, seperti hari yang paling indah untuk dijalani oleh diriku. Bukan hanya itu saja! Namun, setiap mata memandang tempat ini seperti ada rasa yang bergejolak di dalam hati. Entahlah, rasa apa ini? Apakah sangat menyukai tempat ini? Atau tak ingin pergi dari kota ini? 

Hal keindahan di kota ini pun sangat berbeda dengan yang ada di kota besar! Batu sudah menjadi uang! Namun, batu di tempat ini masih terlihat banyak sehingga sangat indah untuk dinikmati. Hal semacam itulah yang membedakan bahwa batu di kota besar sudah menjadi uang sehingga bencana pun sangat mudah untuk menyerang.

Hal-hal keindahan di kota-kota besar pun akan kalah dengan nikmatnya udara di tempat ini. Kemudian, temanku pun kembali bertanya, "A, apa yang membedakan di sini yang terasa lebih segar daripada di kota-kota yang pernah kita singgahi?" 

Sekitar lima menit, aku terdiam untuk mencari jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan semacam itu. Kemudian, kupelankan laju kendaraan mobil Nissan X-Trail ini, sedangkan lagu dari grup band Tipe-X masih mengalun merdu masuk ke dalam telinga. Temanku pun terlihat sangat tak sabar menunggu jawaban yang akan kuberikan kepadanya. Namun, aku sendiri pun masih mencoba-coba merangkaikan kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan temanku itu. 

"A, kenapa diem saja?" tanya temanku lagi yang mempunyai rambut cepak dan berkulit cokelat itu. 

"Aku sedang mencari jawaban untuk pertanyaan yang tadi kamu tanyakan itu." 

Temanku itu pun malah tertawa, sedangkan aku hanya bisa mengerutkan dahi saja. Entahlah! Aku juga tak mengerti apa yang sedang di pikirkan oleh temanku sehingga bisa tertawa cekikikan gitu. 

Selang beberapa menit, temanku pun kembali bertanya, "Bagaimana sudah dapat jawabannya?" 

"Entahlah! Kamu, pun merasakan apa yang aku rasakan ini!" 

"Rasakan apa?" 

"Masalah pertanyaan itu tak perlu dijawab karena hanya hatilah yang bisa merasakannya!" 

"Cieee ... sampai bawa-bawa hati segala," kata temanku sambil terlihat meledek diriku yang masih menyetir mobil ini.

Obrolan di dalam mobil pun semakin panjang sehingga aku dan temanku sering sekali berdebat tentang kota ini. Bukan hanya itu saja! Namun, obrolan-obrolan itu menjadikan suasana perjalanan pun tak terasa lama untuk mencapai tujuan yang dituju. Oleh karena itu, setelah dua jam lamanya harus menyetir dari rumah ke sebuah tempat yang dituju, akhirnya sampai juga dengan selamat. 

Memang, ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, rasanya sedikit berbeda. Ya, ada rasa yang sulit untuk dituliskan di sini. Entahlah, apa ini rasanya? Kemudian, aku pun melirik temanku itu yang ketika di perjalanan selalu bertanya. Lelaki yang berambut cepak itu terlihat bingung. Entahlah! Mungkin, temanku itu merasakan ada yang berbeda dengan kota ini! 

"Sekarang, giliranku bertanya, ya!" 

"Emang mau bertanya apa?" tanya temanku yang terlihat polos itu.

"Bagaimana rasanya sudah sampai ke tempat yang masih asri ini?"

"Uhhhh .... Indah nan mempesona sekali," jawab temanku sambil kedua tangannya direntangkan. 

Ya, aku pun menyukai tempat ini—bukit. Bahkan, di bukit inilah aku bisa memandang indahnya kota yang masih asri. Ya, masih jarang sekali bangunan yang teramat tinggi. Ya, asap-asap yang keluar dari cerobong-cerobong pabrik pun tak terlihat menyerang kota. Ya, kendaraan-kendaraan yang sudah seperti ular memenuhi jalanan pun tampak tak terlihat. Aku menikmati indahnya pemandangan di kala hati galau dan kacau ini. 



Indahnya kota ini pun sangat memberi pelajaran kepada kota-kota besar lainnya agar selalu menjaga lingkungannya. Ya, salah satunya menjaga batu yang berada di alam karena hal semacam itulah yang menjadikan pondasi agar bencana tak mudah datang. Ya, seperti kota inilah yang masih terlihat asri dan batu-batu besar pun masih menempel di tempatnya.

Andaikan waktu bisa diputar kembali, ingin rasanya aku berteriak-teriak, jangan pernah kau sakiti batu itu dengan iming-iming uang! Namun, waktu sudah waktu yang tak mungkin dirubah. Bahkan, batu-batu yang tadinya berada di kota-kota besar pun sudah pasrah karena sekarang sudah lenyap oleh terpaan banjir. Entahlah, kalau sudah seperti itu harus menyalahkan kepada siapa lagi? Apa harus menyalahkan kepada pemerintah yang tak becus mengelola kotanya? Ataupun kepada rakyatnya yang terus-menerus tak disiplin dalam menjaga lingkungannya? Entahlah! 

Aku dan temanku pun mulai saling bertukar pikiran di bukit yang indah ini! Ya, sambil merasakan udara yang menerobos masuk ke celah-celah kemeja. Ya, sambil mendengarkan juga suara-suara burung yang sedang berkicau. Ya, sambil duduk di alas sandal serta memandang indahnya kota yang masih asri ini. Kemudian, selang beberapa menit pun aku mempunyai pemikiran bahwa keindahan alamlah yang sulit digantikan oleh uang.[]


2022

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN