Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Bekas Kakak

Bekas Kakak


Langit sudah berubah warna menjadi hitam. Aku sendiri sangat sibuk untuk mengurus keperluan sekolah dan pastinya mempunyai hasrat terhadap barang-barang yang ingin dipakai. Namun, aku yang sebagai seorang adik paling bungsu dari ketiga bersaudara, tentu harus mempunyai kesabaran ekstra tinggi. 

"Pah, ransel aku sudah bolong!" Aku memperlihatkan yang bolong itu kepada Papah. "Aku ingin punya ransel yang baru lagi, Pah!" lanjutku, sambil merengek. 

"Oh, itu. Tenang saja, De. Tuh! Ada bekas kakak masih bagus. Pakai saja!" Papah sambil menunjuk ransel yang digantungkan di paku. 

Hmmm! 

Aku sendiri hanya bisa menahan kesedihan, kekesalan, kemarahan, dan semua rasa bercampur aduk di dalam jiwa. Namun, aku tak mungkin untuk mengeluarkan semua rasa itu di hadapan Papah. Kemudian, seorang lelaki tua yang paling dihormati dan dicintai berjalan untuk mengambil ranselnya dan langsung memberikan kepadaku.

"Pah, ini ranselnya besar banget!" Niatku memprotes pemberian Papah. Namun, Papah hanya bisa menjawab, "Pakai saja yang itu, De. Ntar, papah beliin yang baru kalau kamu dapat rangking yang bagus." 

Ah, bohong! Pasti, hanya omong doang. Aku memanyunkan bibir. 

"Gimana, suka?" tanya Papah di sampingku. 

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum dan tidak ingin memperlihatkan wajah yang tak suka.

"Alhamdulillah," ucap Papah, lalu memegang pundakku sambil memanjatkan doa-doa yang terbaik. 

"Pah, aku ingin sepatu! Sepatu yang kemarin itu sudah nggak muat lagi, Pah."

"Bentar!" Papah langsung berjalan ke dapur. Kemudian, beliau balik lagi membawa sepatu bekas Kakak lagi. 

"Pah, itu sepatu untuk siapa?" tanyaku dengan wajah datar. 

"Kamu, sementara pakai saja ini, ya!" pinta Papah, "ini juga masih bagus, kok." Kemudian, beliau memperlihatkan sepatu yang dibawanya kepadaku. 

Hmmm!

Lagi dan lagi aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. Mau marah, kesal, nolak, dan semuanya, aku pun tak bisa.

"Pah, kalau baju dan celananya masih ada, bekas kakak?" Aku langsung menanyakan saja ke Papah dengan pakaian-pakaian bekas Kakak. 

"Emang pakaian sekolahnya sudah nggak muat, ya?" Papah balik tanya.

"Iya, Pah. Sudah kecil, Pah." 

"Tenang saja, De! Kalau masalah pakaian masih ada, kok, di lemari masih tersimpan dengan rapi," ucap Papah. "Bentar!" Papah berjalan menuju kamar Kakak. Kemudian, balik lagi membawa pakaian putih biru. 

"Mana, Pah?" 

"Nih, De!" Papah memberikan pakaian putih biru yang dipegang kepadaku. 

Aku langsung menerimanya lalu mengayunkan kaki menuju kamar. Hati menjadi teriris ketika aku melihat pemberian Papah ini. Namun, seorang anak harus patuh kepada orang tua dan itulah yang membuat jiwa ini masih kuat untuk menahan kesedihan, kesal, marah, dan semua rasa yang bercampur aduk di hati. 

Sesampainya di kamar, aku hanya bisa merenung dan meneteskan air mata yang dari tadi ditahan di hadapan Papah. Selagi aku masih ada di kamar, semua rasa yang terkandung di dalam jiwa pun dikeluarkan. Dan setelah itu, aku sampai ketiduran sampai pagi. 

Aku pun terbangun oleh suara ketukan pintu yang keras sehingga sangat menerobos telinga. Suara Papah yang memanggil-manggil namaku pun membuat jiwa ini tersentak kaget. 

"Ada apa, Pah?" tanyaku dengan wajah yang masih terlihat kantuk. 

"Bukanya sekarang ini, sekolah?" Papah malah balik tanya. "Jadi, ayo sana mandi!" suruhnya.

"Iya, Pah. Aku ke kamar mandi dulu, ya!" 

Setelah sampai kamar mandi, aku melihat kembali bekas Kakak. Kemudian kuberkata, "Hadeuh! Sampai sabun pun bekas mandi kakak. Hadeuhh! Sabar ... sabar ...."[]


2020

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN