Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Akulah Lelakimu

Akulah Lelakimu


Kau itu masih duduk di taman kota, raut wajahmu terlihat sedih lalu tangan kananmu masih memegang suatu buku. Mungkin, buku itu adalah buku kesukaanmu, sedangkan aku masih saja memandangmu dari samping. Pikiranku jadi bertanya-tanya, kenapa kau terlihat sedih? Kenapa kau seperti sudah menangis? Aku semakin penasaran denganmu yang mempunyai paras cantik itu. 

Aku mengkhawatirkan dirimu yang sudah lama duduk di kursi taman itu, sampai diri ini tak mau meninggalkanmu sendirian. Memang, waktu sudah semakin malam. Namun, hati ini masih saja ingin menemanimu walaupun mungkin saja kau tak menyadarinya bahwa ada lelaki yang menunggumu. 

Banyak hal yang aku pikirkan ketika melihatmu itu. Pertama, kenapa kau bisa menangis? Kedua, siapa yang membuat kau menangis? Andaikan aku tahu, mungkin nasib lelaki yang menyakitimu sudah tak aman. Ingin kubilang, aku lelakimu setia menunggumu¹. Namun, aku malu dan tak mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya. 

Mungkin, ada benarnya menurut salah satu lirik lagu yang aku dengarkan ketika itu bahwa: 

Tak bosan-bosan, aku memandangmu

Begitu cantik, sempurna dirimu²

Duh, Gusti, kenapa cinta ini begitu dahsyat menempel di dalam hati. Akulah lelakimu, sekali lagi aku ingin bilang seperti itu kepadamu. Janganlah kau tangisi lelaki yang sudah menyakitimu, ingin sekali pun mengucapkan seperti itu. Namun, keadaan yang sulit untuk dimengerti ketika mulut dan hati tak pernah singkron di kala aku melihatmu. 

Malam ini, mungkin malam yang penuh kesedihan untuk dirimu. Kemudian, aku melihatmu begitu sedih di kala wajahmu terlihat dipenuhi air mata. Duh, andaikan aku berani untuk berjalan dan duduk di sampingmu, mungkin aku akan menenangkan dirimu. 

Taman kota sudah semakin sepi saja, ya, orang-orang pun sudah bisa dihitung oleh jari. Namun, kau masih saja duduk di kursi itu sambil terlihat sedang membaca, sedangkan aku masih setia di sini. Kemudian, selang beberapa menit, kau melirik ke arahku yang membuat aku terkejut. Sial! Kemudian, aku pun menunduk malu. 

Memang, urusan mengungkapkan perihal cinta, aku bisa dikatakan selalu berpikir panjang. Oleh karena itu, aku sangat sulit untuk mengutarakan perasaan kepada wanita mana pun. Ya, salah satunya adalah dirimu. Aku sangat sulit dan terus-menerus berpikir, apakah sekarang keputusan yang bagus untuk mengutarakan cinta ataupun keputusan yang buruk? Dan salah satu hal lainnya adalah aku belum siap menerima jawaban penolakan. Oleh karena itu, biarlah rasa ini benar-benar mantap untuk memilih orang yang tepat untuk diisinya. 

Aku masih begitu nyaman duduk di kursi sambil menunggumu walaupun kau mungkin tak pernah menyadarinya. Namun, biarlah! Biarlah! Biar hati aku yang berbicara tanpa diketahui oleh dirimu. Aku ikhlas dengan semua ini.

Namun, setelah beberapa menit dari kejadian yang membuat aku malu itu, kau malah melangkahkan kaki untuk mendekatiku. Entahlah! Hati ini semakin tak karuan saja ketika kau mendekati lalu duduk di sampingku. Aku hanya tersenyum dan tak bisa berkata-kata, sedangkan kau malah memanggil namaku. Hmm! 

Aku harus menjawab apa? Tak ada yang bisa aku jawab lalu kau langsung saja duduk di sampingku. Kemudian, kau bertanya, "Kenapa duduk di sini?" 

Aku memalingkan wajah ke arahmu, tepat sekali kita beradu mata lalu menjawab, "Tak boleh, ya?" 

Kau tersenyum lalu berkata lagi, "Boleh saja."

Semakin jelas saja aku melihat wajahmu yang terlihat sedih itu. Namun, aku tak tega untuk menanyakan perihal yang membuat kau terlihat sedih itu. Kemudian, kau malah bertanya lagi, "Kenapa belum pulang?" 

"Aku masih menunggumu." 

Sial! Kenapa jawaban itu malah terucap di mulutku. Kau malah mengerutkan dahi lalu bertanya, "Apa?" Kemudian, wajahmu terlihat bingung. 

"Entahlah!" Aku pun langsung menundukkan kepala. 

Mungkin, bagi kebanyakan lelaki, hal semacam itu adalah hal biasa. Namun, anehnya kenapa menurutku hal itu malah menambah malu saja ketika berdekat dirimu. Kemudian, kau memalingkan pandangan ke arah buku dan kita pun saling berdiam. Mungkin, kau merasakan ada yang tak beres juga dengan hatiku sehingga dirimu terlihat tak nyaman. 

Andaikan, kita sama-sama berada di dalam satu tingkat yang sejajar dalam perekonomian, mungkin aku akan berani mengungkapkan cinta ini. Namun, entahlah! Sekali lagi, aku menyadari bahwa emas itu tak bisa bersama dengan tembaga dan semua itu pun sangat susah untuk bisa disamakan.

Aku sendiri hanya ingin bisa dimengerti bahwa akulah lelakimu. Akulah lelakimu yang akan selalu menjaga sampai akhir hayat. Namun, entahlah! Aku hanya bisa berteriak di dalam hati saja tanpa bisa didengar olehmu ataupun orang lain.

Banyak orang pun yang berkata, cinta itu bukan masalah uang! Namun, ada juga yang berkata, cinta itu adalah uang! Hmm. Aku jadi mengkerut ketika mendengar cinta itu adalah uang. Uang? Aku paham, mungkin kau tak akan mempermasalahkan uang. Namun, apa bapakmu akan paham? Entahlah! Aku sendiri jadi mikir-mikir untuk mengungkapkan cinta ini kepadamu. 

Mungkin, banyak juga yang berkata, jodoh itu harus melihat bibit, bebet, dan bobot. Nah, mungkin hal semacam itu juga yang nantinya akan dicari oleh orang tuamu. Aku di sini, masih akan setia menemanimu walaupun kau tak akan pernah tahu bahwa hati ini mencintaimu. Aku pasrah! Aku rela cinta ini dipendam sampai kapan pun asal kau bisa bahagia. 

Namun, jikalau aku melihatmu seperti ini; sedih; merenung. Jujur, aku tak tega melihatmu. Aku jadi ingin bisa membahagiakan dirimu walaupun dengan cara yang sederhana. Aku ingin menciptakan keindahan untuk dirimu. Inilah aku lelakimu, sekali lagi aku berteriak di dalam hati.

"Mau jam berapa pulangnya?" Mendadak saja kau bertanya sehingga kaget itu berhasil menyerang diriku. 

"Terserah kamu," jawabku, "aku akan mengikutimu saja," lanjutku sambil menatap wajahmu. 

"Hmmm." 

Kau pun melanjutkan membaca buku lagi yang sedari tadi dibacanya, sedangkan aku masih duduk sambil menikmati udara malam yang ada di taman ini. Ya, udara itu masuk ke celah-celah kemeja yang aku pakai, sedangkan lampu-lampu taman pun sangat indah untuk dilihat. Aku menikmati semua keindahan ini. Namun, aku pun menjadi sedih di kala melihatmu seperti orang yang sedang bersedih. 

Apakah dunia ini begitu kejam sehingga orang-orang yang menurutku sangat cantik, tetapi malah seperti sedang disakiti orang lain? Kadang kala pertanyaan semacam itu pun muncul di dalam pikiran, sampai aku pun sangat sulit untuk menjawabnya. 

Setelah itu, ada harapan yang begitu besar datang dari hati ini. Ya, semoga kau menyadari bahwa akulah lelakimu. Akulah yang akan menjagamu, membahagiakanmu, tanpa perlu aku katakan perihal cinta ini.[]


2022


Catatan: 

¹ Kalimat itu diambil dari judul buku Aku Lelakimu Setia Menunggumu, Maman Suherman. (Dikabarkan segera terbit)

² Lirik itu diambil dari lagu yang berjudul Setia untuk Selamanya yang dinyanyikan oleh Aprilian & Fayzana, song & lirik dari Roza'c Tanjung.

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN