Postingan Terbaru
Tokoh: Remy Sylado
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
; Yapi Panda Abdiel Tambayong
Mungkin, sebagian orang sudah tak asing lagi dengan Remy Sylado. Akan tetapi, mungkin sebagian orang (anak zaman now) merasa asing dengan nama Remi Sylado. Mungkin juga ada yang tak tahu betul siapa, sih, Remi Sylado?
Sekarang, kita akan mencari tahu siapa, sih, Remy Sylado itu? Harus diketahui terlebih dahulu bahwa Remy Sylado lahir di Makassar, Masa Pendudukan Jepang, 12 Juli 1945; umur 76 tahun. Beliau pun seorang aktor, sastrawan, dan wartawan. Bukan hanya itu saja yang melekat dalam diri beliau. Akan tetapi, beliau pun keturunan Minahasa, Sulawesi Utara.
Remy Sylado sudah memulai menulisnya di umur 18 tahun, beliau menulis kritik, puisi, cerpen, dan novel. Namun, bukan hanya itu saja! Beliau pun menulis drama, kolom, esai, sajak, roman populer, sampai buku-buku musikologo, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Bagaimana keren, kan? Seseorang dengan umur 18 tahun sudah berani menulis kritik.
Harus diakui juga beliau adalah salah satu penulis yang sering memakai bahasanya sendiri. Oleh karena itu, beliau pun bisa terbilang unik dan susah banget ditemukan lagi di era sekarang yang sepertinya ini. Unik, kenapa? Beliau suka mengenalkan kata-kata lama Indonesia yang tak terpakai sehingga di sanalah karya fiksi beliau serasa istimewa. Namun, bukan hanya itu saja, beliau pun suka memakai bahasa daerah di dalam karya tulisnya.
Bisa juga beliau terbilang nakal sampai menjadi salah satu pelopor Puisi mBeling. Ya, Puisi mBeling bersama kedua temannya, yaitu Jeihan dan Abdul Hadi WM. Beliau bukan hanya fasih dalam berpuisi saja, tetapi karya-karya yang lainnya pun banyak. Oleh karena itu, perjalanan beliau pun patut diketahui oleh anak zaman now agar bisa untuk menambah wawasan dan perngetahuan.
Tak akan indah kalau tulisan hal semacam ini tidak ada contoh karyanya. Oleh karena itu, di tulisan ini ada beberapa contoh beliau yang bersumber dari internet. Okelah, yuk, kita simak dan baca bareng-bareng!
1/
Nasihat ibu tidak selalu diterima anak
Namun selalu indah mekar dalam merenung
Ibu tidak memberi batu buat anak yang minta roti
Para satria sejati tidak berselisih dengan musuh
Tapi dengan kesempatan yang sembunyi dalam waktu
Seekor domba batu terpeleset di ngarai
Mengerang mengunggu angon membawa tongkat
Yang membutuhkan telinga di dalam hati
Menyaring antara kenyataan dan pernyataan
Geram di saat hilang akal membuat kepala berasap
Sebagai puntung yang terpaksa padam oleh ludah
Ibu mengakhiri lagu ninabobo buat anak
Supaya anaknya terus melek tidak tidur.
Mari menjadi anak sebab Tuhan menyayangi anak.
2/
Kucuri uang ini saat perut amat lapar
Belikan nasi, kumakan, tapi tetap terasa lapar
Lalu, kucuri lagi
Kumakan lagi
Tapi tetap terasa lapar
Begitu seterusnya hingga terkapar
Aku sadar tanpa khayal
Hidup ini penuh rasa lapar
Lapar uang, kekuasaan, wanita dan sebagainya
Aku berbisik kepada malaikat
Ssssstt….sssssttttt
Jangan bilang siapa-siapa
Ini percakapan rahasia dengan Tuhan.
Terima kasih sudah berkunjung. semoga menginspirasi. Baca juga puisi kupu-kupu
3/
Anak-anak berlari-lari, lalu
Bernyanyi, ”Ambilkan bintang, Bu!”, setelah itu
Berkata, ”Pak, ’bu, minta uangnya”.
Semua terdiam tak memperhatikan
”Lapar, belum makan”, wajah memelas
100, 200, 500 dan 1000 rupiah
Senyumlah sang anak, ia pergi
Berlari bernyanyi kembali
Potret bangsa sore ini
- Baca Juga: Tokoh: Danarto
4/
Yang berjuang dulu
Dan mati dalam perang
Memang disebut pahlawan
(gambar pejuang tanpa pamrih)
Yang berjuang dulu
Tapi hidup senang sekarang
Ingin juga disebut pahlawan
Gambar pejuang dengan pamrih
5/
Sakit
Adalah rasa
Aku tidak pernah mengerti
Mengerti ada air di kelopak mara
Kalau kau sakit
Dan rambutmu putih sudah
Apakah kau seperti aku juga
Membayangkan ajal sebagai karunia
Tanyakan sakit
Pada seorang perempuan
Ketika ia memberi buah zaman
Atas ajaran nenek moyang peri cinta
Berteriak waktu sakit
Supaya jiwa terkuras
Dan ketertekanan
Dan ketakutan
Hidup
menjadi indah
setelah sakit pergi sementara
Dan di depan mata berdiri seorang ibu.
6/
TIADA AIR MATA BAGI SEORANG BEDEBAH
Ia membangun rumah di atas harkat impian
Bertiang dendam berjajar-jajar
Berlantai harap bertingkat-tingkat
Berjendela rindu bergandeng-gandeng
Padahal di atasnya ia Cuma butuh satu atap
Yang menutup rahasia dari kuasa satu matahari
Menembus gudang penyimpan segala rimbeng nestapa
Asal hatinya menangisi esok yang bagian kemarinnya
Muncul sebuah telunjuk menyuruhnya lihat ke puri
Yang terus berdiri walau dipukul gelombang
Di laut menuju tanah tepu bekas Batavia
“Maukah kau mengulangi tinggal di dalamnya
tempat orang-orang memelihara geram dan kesumat?”
suara perempuan , apah Pertiwi, lahirkan gairah
Ia berhenti berharap menemukan perhentian
Di itu puri tinggal merpati berekor-ekor
Bersayap emas berparuh emas berkaki emas
Terbang sampai di lingkar bimasakti
Tapi senang dia di etalase
Ia tangkap merpati-merpati
Dan berubah jadi satu merpati
Mati mimpinya membangun rumah di atas harkat
Dan telunjuk yang pernah menyuruh memilih
Kini menuding-nuding jidat dan matanya
“Upah dosa adalah maut,” suara itu
Ia menjerit meraung gaung berkilo-kilo siapa peduli
Tiada air mata bagi seorang bocah berdebah, hatta!
7/
Di celah-celah sudut sempit terhimpit
Manusia seperti sandal jepit menjerit-jerit
Pohon-pohon pun tertawa
Tertawa melihat manusia
Ia kembali bersujud
Jiwa terasing dalam dunia bising
Diinjak, remuk, permak
Lalu kiamat
Ia tamat
Lalu, ia kembali bersujud
Di celah-celah sudut sempit terhimpit
Manusia seperti sandal jepit menjerit-jerit
Pohon-pohon pun tertawa
Tertawa melihat manusia.
8/
Seperti permata yang digosok dari cuma batu
Kita tahu kemerdekaan adalah kemewahan
Dari keringat duka bercampur peluh
Menumpahi persediaan rasa sabar
Warna kulit dan tambo silsilah, memang
Gampang mempermainkan krama nasib
Dan kita senang mengingat-ingat borok
Itu Daendels atau Jan Pieterzoon Coen
Zonder menghukum cakal-bakal kita sendiri
Yang menjual tanah mereka kepada si Belanda
Hingga kita dikirakan keledai selama berabad
Jika kita terbelusuk dalam pemiskinan, kini
Lihat, masih ada kemelaratan di tetangga
Terhibur kita dengan melihat ke bawah
Pandang semua masalah selaku pelukis
Menghadapi kanvas-kanvas kosongnya
Dan lukis dengan visi penyerahan
Sebab apa untung dibius rasa bersaing
Toh semua kematian cadangannya ketelanjangan
Permata kita yang asli mesti kita bilang
Ada di matinya kemauan-kemauan darah.
9/
Belajar Menghargai Hak Asasi Kawan
Jika
laki mahasiswa
ya perempuan mahasiswi.
Jika
laki saudara
ya perempuan saudari.
Jika
laki pemuda
ya perempuan pemudi.
Jika
laki putra
ya perempuan putri.
Jika
laki kawan
ya perempuan kawin.
Jika
kawan kawin
ya jangan ngintip.
10/
Karena
kita orang Indonesia
suka
menyingkat kata wr. wb.
Maka
rahmat dan berkah Ilahi
pun
menjadi singkat
dan tak utuh buat kita.
- Baca Juga: Tokoh: Budi Darma
11/
Berfoya-foya dianggapnya harus
demikian gaya hidup bini pejabat
Sejak suami berhenti jadi tikus
ia tak punya kesempatan mengerat
12/
olahraga
orang kota
mengangkat barbel
di fitness centre
olahraga
orang desa
memacul tanah
di sawah ladang
yang satu
mencari sehat
karena anjuran
yang lain
menemukan sehat
karena telanjur
13/
cintaku tati
cinta cinta
tita tita
tati tati
ta-ti
ta-ti
ta-i
tai
t
a
I
!
14/
Individualisme dalam Kolektivisme
kau kau kau kau kau kau kau
kau kau kau kau kau kau kau
kau kau kau kau kau kau kau
kau kau kau kau kau kau kau
kau kau kau kau kau kau kau
kau kau kau kau kau kau kau
kau kau kau kau kau kau kau
Bagaimana puisi beliau, sangat berciri khas banget, kan? Untuk penulisan atau penyampaian tokoh ini, cukup sekian saja. Jika, ada kata yang kurang enak dibaca, mohon dimaafkan. Sebab, seseorang itu tak ada yang sempurna jadi harus saling memaafkan dan mengingatkan![]
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar