Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Mencari Tahu, Kenapa 'Bajingan' Mengalami Pergeseran Makna dari Profesi Menjadi Kata Makian?

Mencari Tahu, Kenapa 'Bajingan' Mengalami Pergeseran Makna dari Profesi Menjadi Kata Makian?

Salah satu hal yang sering membuat penasaran itu adalah pelajaran sejarah. Ya, dengan sejarahlah bisa mengetahui apa yang dulu pernah terjadi dan semua itu akan sangat baik untuk pengetahuan ke depannya. Memang, hal semacam ini pun bisa sangat rumit dan tak bisa dielakkan lagi kedudukannya. Sebab, hal yang menyangkut sejarah pun bisa berbeda-beda pandangan dalam menyampaikannya atau memberikan informasinya (ada yang detail dan ada yang fokoknya saja). Namun, semua itu pun tak bisa dilepaskan dari sejarah yang disampaikannya. 

Pandangan seperti itu, mungkin terus berlanjut hingga sekarang ini. Akan tetapi, semua itu pun tak bisa disalahkan. Sebab, semua itu adalah hal yang biasa saja. Kemudian, pernahkah Anda mendengar kata 'bajingan'? Atau malah sering mengucapkannya? Mungkin, sebagian orang pernah mendengarnya dan sebaliknya. 

Memang, kata 'bajingan' di zaman sekarang sudah menjadi umpatan. Namun, dari semua itu ada sejarah yang menciptakan kata seperti itu menjadi umpatan. Kemudian, apa sejarahnya? Sejarahnya lumayan akan berbanding terbalik dengan arti di zaman sekarang. Namun, hal semacam ini pun bisa menjadi salah satu pengetahuan untuk diketahui agar bisa menambah wawasan ke depannya. 

Kemudian, seperti apa makna yang terkandung di dalam kata 'bajingan', sebelum menjadi kata makian di zaman sekarang? Harus bisa diketahui bahwa akar permasalahan ini sangat berbanding terbalik. Sebab, kata 'bajingan' ini kalau dilihat dari historis itu adalah kata yang digunakan untuk penyebutan salah satu profesi di zaman Mataram atau sejak abad ke-16. Nah, hal selanjutnya, 'bajingan' ini adalah salah satu profesi umum bagi masyarakat Jawa. Oleh karena itu, profesi ini memegang erat kerukunan dan kekerabatan yang diwadahi oleh paguyuban penarik gerobak sapi atau 'bajingan'. 



Nah, jikalau melihat dari sini 'bajingan' itu bisa diartikan sebagai profesi kusir gerobak sapi. Bukan hanya itu saja! Akan tetapi, 'bajingan' pun menjadi salah satu kearifan lokal yang sudah ada sejak zaman dulu. Harus diketahui juga bahwa menurut sejarah yang beredar adalah sapi itu hewan yang paling disukai Kerajaan Mataram. Kemudian, gerobak sapi pun berawal dari Kerajaan Mataram yang sudah menganut ajaran Islam. Oleh karena itu, bajingan di pekerjakan untuk menarik hasil panen oleh masyarakat Mataram. 

Bagaimana, apakah masih belum jelas dengan semua hal ini? Oke, coba dilanjut ke bagian yang lebih serius, ya! 

Ada beberapa orang juga yang menyampaikan pendapatnnya tentang kata 'bajingan' ini. Memang, kata ini menjadi salah satu kata yang mengalami perubahan makna atau hal lainnya. Oleh karena itu, kata semacam ini sangat menarik untuk diulik hingga bisa mencari pengetahuan yang mendalam. 

Kemudian, harus bisa disyukuri menurut kabar bahwa komunitas ini pun masih ada atau bertahan hingga saat ini. "Pasca kemerdekaan hingga hari ini, masyarakat Bantul, Yogyakarta, masih melestarikan paguyuban para penarik gerobak sapi" tulis Dito Ardhi Firmansyah dalam karyanya yang berjudul Kontruksi Makna Kata Bajingan (Studi Etnografi Perubahan Makna Kata Bajingan dalam Komunitas Kusir Gerobak Sapi di Bantul Yogyakarta), publikasi tahun 2018.

Bukan hanya Dito saja yang menyampaikan pandangannya tentang perubahan makna 'bajingan' ini. Akan tetapi, Desanti Arumingtyas Dyanningrat dalam karyanya berjudul Perancangan Buku Nilai Sejarah dan Filosofi Mataram Islam Pada Gerobak Sapi, publikasi tahun 2018 menjelaskan bahwa "dalam kultur budaya Jawa kusir gerobak sapi disebut 'bajingan', singkatan dari bagusing jiwo angen-angening pangeran yang artinya orang baik yang dicintai Tuhan".

Ia menambahkan, "Mulianya, pada saat perjuangan kemerdekaan, bajingan jadi salah satu opsi dalam perang geilya untuk persembunyian para pejuang dibalik rumput dan hasil panen dalam gerobaknya". Lantas mengapa belakangan, kata 'bajingan' cenderung menjadi sentimen di masyarakat sekarang?

"Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku..." sepenggal tulisan Multatuli dalam bukunya Max Havelaar, terbitan tahun 1860. Tulisan yang mengindikasi penggunaan kata 'bajingan' sebagai bentuk umpatan sejak abad ke-19.

Tak bisa dielakkan lagi bahwa 'bajingan' menjadi salah satu yang populer di masa 1900 hingga 1940-an. Namun, setelah tahun itu, 'bajingan' pun menjadi salah satu yang langka di Yogyakarta. Kemudian, masyarakat beralih atau turut serta dalam menarik menggunakan kerbau. Bukan hanya itu saja, sebab kendaraan semacam ini pun bisa terbilang sangat lambat. Maka, tak jarang juga para penumpang pun mengeluh setelah lama menunggunya. 



"Bajingan kok suwe tekone." (Bajingan kok lama datangnya.), atau "Bajingan gaweane suwe!" (Bajingan lambat kerjanya/jalannya). Seringnya keluhan-keluhan tersebut dilontarkan, kata 'bajingan' kemudian mengalami pergeseran makna. 

Bisa dilihat dari makna sebelumnya sampai mengalami pergeseran di masa sekarang ini. Memang, hal semacam ini pun bisa diakibatkan oleh suatu perkembangan dalam berbahasa. Maka, tak jarang suatu kata pun bisa berubah hingga saat ini. 

Hal semacam ini pun bisa dikatakan bahwa makna yang semulanya sangat mulia. Kenapa mulia? Ya, bermakna untuk penyebutan suatu profesi. Namun, sangat berbanding terbalik di zaman ini yang menjadi umpatan. Bukan hanya itu saja! Mungkin, karena efek yang dulu sering mengecewakan jadi kata 'bajingan' itu maknanya bergeser jadi umpatan. Sampai-sampai, kata semacam itu pun menjadi tabu di zaman sekarang ini atau tergolong negatif. 

KBBI V pun sudah memasukkan kata 'bajingan' itu yang berarti penjahat, pencopet atau kata makian. Jadi, hal semacam itu pun alangkah indahnya, jikalau bisa diketahui bahwa makna kata pun bisa bergeser yang tadinya bersifat positif menjadi negatif.[]

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN