Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

Cinta?

Cinta?


Aku sangat bahagia di saat kita duduk berdua di tembok pembatas Waduk Darma: memandang air, merasakan oksigen yang terasa begitu segar. Kadang, kita saling pandang. Sampai, kau terpaku di saat sebuah dongeng aku bacakan di sampingmu. Ada apa? Sebuah pertanyaan dilemparkan olehku, sedangkan kau hanya menjawab, "Aku terpaku mendengar semua dongeng yang dibacakan tadi." Sungguh, ada rasa malu di hatiku. Dan tidak percaya, sebuah dongeng asal saja yang keluar dari pikiranku bisa sampai membuatmu terpaku. Sungguh, tidak menyangka.

"Lihat, tuh!" Kau menggerakkan tangan kanan ketika dongeng dariku sudah selesai. 

"Apa?" tanyaku. Kepala ini kuputarkan ke arah lelaki yang ditunjuk olehmu. Mungkin, seorang lelaki yang berada di tongkang itu sedang menjaring ikan.

Sekarang, kau yang mengeluarkan suara lebih banyak dariku. Kau berbicara tentang lelaki tua yang begitu kuatnya meskipun sinar mentari menggorengnya sampai kulitnya terlihat hitam dan mungkin saja, kutu-kutu yang berada di kepalanya pada meloncat-loncat. Telingaku pun langsung menyambung ke otak untuk memahami apa yang kau ceritakan. Bibir yang dibalut dengan lipstik warna pink itu semakin bergerak dan suara pun terus keluar dari mulutmu. Kau berbicara, mungkin demi keluarganya lelaki tua itu rela perang dengan panas ataupun angin. 

Namun, aku masih belum bisa mengerti apa yang dimaksud dengan ucapan yang kau lemparkan dari mulutmu itu. Sungguh bodohnya aku! Tidak mampu melahap langsung ucapan kau sehingga pertanyaan-pertanyaan enggak penting keluar dariku. Kau mencoba untuk menerangkan apa yang diucapkan tadi. Sampai, kau mencubit pinggangku hingga kata mengerti bisa terdengar olehmu. 

Setelah itu, bibir yang kau punyai itu tersenyum. Namun, gerak badanmu tampak sekali sudah tidak nyaman berada di tembok pembatas ini. 

"Sekarang, kita pulang, yuk!" Kau memandang wajahku. 

"Ntar, saja," jawabku. 

"Kapan?" 

"Ntar, masih siang ini." 

Kau tampak ingin pulang, tetapi aku harus menahannya. Ada kedamaian di dalam hatiku di saat kita bersama. Sampai, peperangan di hatiku pun berhenti di saat bisa merasakan kehadiran hatimu di depanku. Sungguh, ada rasa yang meledak bisa tercipta di hadapanmu. Tanpa, sedikit pun kau mengetahui. Rasa itu bisa menghadirkan keindahan hingga tidak mampu diredam oleh prajurit yang ada di hatiku. 

Aku hanya ingin dekatmu! Walaupun, aku rela harus jadi tameng untuk hidupmu. Waduk Darma akan menjadi saksi sebuah lelaki yang bodoh ini mencoba untuk menahan kau untuk bisa menemaninya lebih lama lagi. 

Ada api yang susah dipadamkan di hatiku ketika Ibu mengundang seorang wanita main ke rumah. Oleh karena itu, aku tidak mau pulang ke rumah. Seorang wanita itu diniatkan untuk jadi pendampingku, itu Ibu yang berkata. Namun, aku tidak suka dengan perjodohan. Pikiranku pun langsung memberontak, emang ini zaman batu masih suka perjodohan. Dan prajurit-prajurit yang ada di dalam dada pun menolak semua keinginan Ibu. 

Oleh sebab itu, aku mengajak kau agar bisa menemani untuk melihat terangnya mentari sewaktu membakar orang-orang. Aku ingin kau bisa menghiburku di saat angin menggoyangkan air yang terlihat di tempat pembatas waduk ini. Mengobrol tentang apa pun, sehingga aku bisa terlelap oleh kata-kata yang terlempar dari mulutmu. Dan yang lebih penting, aku bisa menghabiskan satu hari denganmu agar tidak bertemu wanita pilihan Ibu.[]


2020

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN