Postingan Terbaru

Batu Hitam yang Terluka

Gambar
Ilustrasi| Pexels.com/Kàssia Melo di pertigaan yang pernah kita jumpai  aku melihat kembali batu tulis itu  yang kini sudah berwarna hitam pekat  dan tulisan kita tak jelas lagi kini, tak ada lagi saksi kita di batu hitam yang penuh kenangan  di pertigaan tempat dulu kita berjanji  di depan tulisan yang dulu dicintai batu hitam itu benar-benar terluka  karena sudah terpecah setengah  antara lambang hati yang pernah kita ukir  di bawah tulisan cinta yang satu hati rasanya, kita menanamkan luka  yang amat dalam dan kini berbunga  bunga hitam yang penuh kegelapan  di antara jiwa-jiwa kita yang semakin berjauhan  aku merenung di depan ini,  menafsirkan semua luka di batu itu  ada getir, ya, ada getir yang terasa merasuk hingga masuk ke dalam hati yang sudah alfa  untukmu; untuk dirimu yang meninggalkan 2024

JONO DAN PENCARIAN-PENCARIAN

Pencarian-Pencarian


Rembulan memancarkan sinar putih yang menerangi di waktu isya. Jono sangat cemas, menunggu anaknya yang belum pulang ke rumah. Langkah kakinya pun tidak bisa berdiam, seperti setrikaan yang sedang dipakai menggosok pakaian. Istrinya masih sibuk dengan mengelap air yang mulai turun dari matanya. 

Tidak seperti biasanya, Riki selalu pulang tepat waktu. Namun, di malam ini, ia belum menampakan batang hidungnya pun di rumah. Kepanikan menjadi merajalela, sampai Jono semakin mengoceh-ngoceh seperti burung murai yang sedang kontes. Omongannya pun sudah tidak bisa diredam. Ia pun kadang mengeluarkan kekesalannya kepada Riki, kenapa enggak memberitahu dulu kalau mau bepergian, kata yang keluar dari mulutnya.

Lelaki itu hanya bisa berjalan ke sana-sini yang tanpa ujungnya, bahkan dibandingkan dengan burung elang pemakan bangkai pun ia masih kalah. Burung elang masih bisa mencari jikalau ada anaknya yang pergi. Aminah, istrinya Jono semakin menangis seperti bayi yang baru lahir ke dunia. Tangisannya begitu melengking, sampai ayam-ayam yang berada di kandang belakang rumahnya pun sangat terganggu. 

Dari tadi, Jono berjalan seperti setrikaan yang sedang dipakai. Dan dia pun di saat melihat Aminah menangis, lelaki berbadan kurus itu langsung mendekatinya. Namun setelah mendekat, bukan merayu agar Aminah berhenti untuk menangis, lelaki itu malah berjalan seperti jarum jam yang berputar tidak ada ujungnya. Kadang ia pun sambil bertanya-tanya, "Anakku ke mana, ya?" Kemudian, kedua tangannya mengacak-acak rambut peraknya. 

Jono menggeleng-gelengkan kepalanya, ini harus dicari, katanya. Ia pun dengan kecemasan yang mendalam kepada anak semata wayangnya hasil bercinta dengan Aminah. Ia sangatlah menyayangi anaknya walaupun lelaki itu sudah tidak muda lagi. Namun, harapan kepada anaknya selalu terpancar dari hatinya. Oleh karena itu, Jono selalu memanjakan Riki dengan barang kemewahan dan semua keinginannya pun selalu terpenuhi. 

Aminah yang duduk di kursi dengan air mata dilap oleh ujung bajunya. Ia juga sama seperti Jono yang mencemaskan anaknya. Dan ia pun tidak tahu harus mencari ke mana. Wanita yang memakai hijab itu sangat khawatir, sedangkan anaknya masih berumur sepuluh tahun. Ia menghawatikan Riki sendirian di luar rumah, bagaimana kalau kelaparan terus bagaimana kalau ada binatang buas seperti ajak atau semacamnya. Tentu, hatinya merasa yang paling tersiksa di saat menunggu anaknya cepat pulang ke rumah. 

Setelah batinnya semakin tersiksa. Akhirnya, Jono mencari ke rumah teman-teman anaknya, ke madrasah tempat anaknya mengaji. Namun, ia hanya mendapatkan jawaban oleh teman-teman Riki, bahwa anaknya tidak mengaji ke madrasah. Di sanalah, Jono semakin cemas dicampur dengan rasa kecewa karena anaknya tidak berangkat untuk mengaji. Sewaktu Riki mau keluar rumah, Jono melihat anaknya membawa sarung dan kopiah. Dan ia pun mengira bahwa anaknya akan pergi untuk mencari ilmu agama. Namun, kata temanya, tadi Riki tidak mengaji dan enggak ada di madrasah. 


***


Jono mengistirahatkan anggota tubuhnya di kursi beranda rumahnya. Ia sangat frustrasi di saat malam semakin menghitam, tetapi anaknya belum bisa ditemukan. Ia yang menjadi orang terkaya di desanya atau semua orang sering memanggilnya juragan pun merasakan kegagalan dalam menjaga keluarganya. Lelaki yang memakai kemeja cream itu pun langsung memanggil anak buahnya untuk mencari ke setiap pelosok desa. Bahkan, Ia pun sampai menyuruh anak buahnya mengecek satu per satu rumah teman-teman Riki di sekolahnya. 

"Juragan, ini bener mau dicek satu per satu?" tanya Tarjo, salah satu anak buahnya Jono. 

"Bener, cek satu per satu!" jawab Jono tegas. 

Tarjo dan teman-temanya pun tidak bisa berkata apa-apa lagi, seperti ada yang menghipnotis mereka agar diam dan langsung melakukan suruhan Jono. Mereka pun mendapatkan salah satu mandat yang paling besar, bahkan lebih besar dari apa yang mereka lakukan setiap harinya. Tarjo, anak buah paling senior pun harus bisa menemukan anak juragannya, karena kalau tidak membawa pulang, ia tidak boleh pulang juga, itu kata juragannya yang sewaktu duduk sambil memerintah. 

Tentu, ini menjadi sebuah pekerjaaan yang sangat sulit untuk Tarjo dan teman-temannya. Bahkan, mereka pun sangat frustasi dengan pencariannya yang belum ada hasil. Malahan salah satu dari mereka itu ada yang sampai menanyakan sama semut pohon jambu. Namun, semut itu tidak mendengarkan apa yang ditanyakan oleh temannya Tarjo. Dan lebih bersikap bodo amat terhadap apa yang sedang dipikirkan oleh temannya Tarjo. 

Setelah berjalan ke seluruh pelosok desa, Tarjo dan teman-temannya beristirahat dulu di tembok pinggir lapangan sepak bola. Mereka saling mengeluh dan Tarjo pun mengeluarkan sebungkus Sampoerna Mild dengan korek gas. Teman-temanya pun ia tawarin untuk membakar rokok, sehingga bisa menghilangkan sedikit rasa frustasi yang melanda mereka. Amin, salah satu teman Tarjo yang berbadan gendut menanyakan Riki kepada salah seorang yang lewat depan mereka. Tarjo pun hanya memperhatikan saja sambil asap-asap mengepul dari rokok yang diapit oleh kedua jarinya. Namun, setelah mendengar perkataan seorang lelaki yang umurnya sekitaran dua belas tahun itu, mereka pun tampak mempunyai harapan, sebab katanya, Riki sewaktu sore ada di lapangan ini sedang main bola dengan sarung melilit di lehernya serta kopiah hitam menempel di kepalanya. 

Tarjo pun langsung berdiri lagi dari duduknya lalu ia berkata, ayo kita cari lagi. Teman-temannya pun mulai mengikuti Tarjo dari belakang, sewaktu lelaki yang bisa dibilang menjadi pemimpin para pekerja Juragan Jono itu berjalan. Menyisir semua area lapangan, sampai lubang terowongan untuk air mengalir di belakang gawang pun oleh mereka dilihat. Namun, tanda-tanda sesosok anak kecil yang mereka harapkan pun belum terlihat juga.

"Kita cari ke setiap masjid atau mushola, ya!" ajak Tarjo kepada teman-temannya. 

Mereka pun mengayunkan kakinya menuju ke salah satu masjid yang paling dekat dengan lapangan sepak bola. Namun, pada saat sudah ada di depan masjid, hanya Tarjo yang berani masuk ke dalamnya. Dan yang lainnya, malah tidak ingin masuk masjid dengan alasan yang bermacam-macam: ada yang belum bersih, ada yang belum mampu, dan ada yang menggeleng-gelengkan kepalanya saja. 

Sorot mata Tarjo mengarah ke setiap sudut masjid. Dan ia hanya melihat seorang lelaki tua sedang melayangkan zikir dengan sangat khidmat sekali, sampai suara derap langkah yang dihasilkan oleh Tarjo pun tidak mampu untuk mengganggunya. Kemudian, Tarjo keluar lagi dari dalam masjid dengan tangan kanannya mengetuk-ngetuk kepala, seperti orang yang sedang mengetuk-ngetuk pintu hingga bisa terbuka. Dan itulah yang diharapkan Tarjo agar otaknya bisa terbuka untuk bisa menemukan Riki. 


***


Jono yang sedang duduk cemas di beranda rumahnya pun tidak bernafsu untuk membalas sapaan orang-orang yang lewat depannya. Seakan, hidupnya telah hancur dan ia pun tidak bisa menerima hal semacam ini. Semakin malam, hatinya pun sudah tidak karuan dengan pikiran melayang-layang tentang Riki yang berada di luaran sana. Kedua tangannya yang keras hasil pahatan kehidupan sehari-hari pun tidak lupa untuk sesekali mengacak-acak rambut peraknya.

Namun, ketika ia melihat jam yang ada di tangannya menunjukan pukul 22.00, lelaki itu pun dikagetkan dengan salah seorang yang masuk ke halamannya tanpa permisi dengan anak kecil menempel di punggungnya. Jono melihat dengan saksama ke arah seorang yang semakin cepat mengarah ke arahnya. Ia menyadari apa yang sedang ditunggunya pun datang juga. Namun, ia menampakkan kebingungan ketika Riki berada di gendongan lelaki yang mengarah kepadanya. Dengan suara yang lantang, Jono memberhentikan seorang lelaki itu. Kemudian, ia langsung melemparkan pertanyaan kepada lelaki itu dengan tatapan mata yang sudah membulat sempurna tajam. Tanyanya, di mana menemukan Riki? Kemudian, seorang lelaki itu memjawab, "Riki itu murid baruku, dia baru pindah hari ini dari madrasah desa sini ke madrasah desa yang saya tempati. Dia pun tadi ketiduran jadi saya gendong ke sini untuk pulang ke rumahnya. Maaf, ya, kalau sudah membuat kecemasan!" 

Setelah itu, ia tampak bersyukur, mata yang tajam dan lemparan pertanyaan yang keras pun berubah menjadi perkenalan untuk seorang lelaki itu. Jono langsung menggendong Riki dan membawanya masuk ke rumahnya. Bahkan, Aminah pun langsung berlari ke arahnya dan memeluknya sehingga rasa tenang pun bisa terpancar dari suami-istri itu. Seorang lelaki, guru ngajinya yang baru pun dipersilakan masuk juga, untuk ngopi-ngopi dulu sebentar, sebelum pulang lagi ke madrasahnya.[]


2020

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Salar de Uyuni, Cermin Raksasa yang Ada di Bolivia

Lelaki yang Patah Hati

Di Balik Jendela Kaca

SEMBUH ITU KEINGINAN